Pengajaran ilmu-ilmu di lembaga pendidikan seharusnya tidak memisahkan antara ilmu-ilmu agama dan umum. Sebab, cara seperti itu merupakan bentuk sekularisme.
"Lembaga keIslaman harus melaksanakan paradigma baru yaitu menghapuskan dikotomi yang sekarang terjadi antara ilmu pengetahuan umum dengan ilmu agama, " ujar Menteri Agama (Menag) Maftuh Basyuni dalam acara pembukaan Semiloka Prototipe Islamic Centre di Masjid Istiqlal, Jakarta, Kamis (31/1).
Menurut Menag, peradaban Islam pada era klasik pernah berjaya selama lima abad silam antara lain karena tidak ada dikotomi antara ilmu umum dan agama.
Karena itu, saran dia, kaum muslimin saat ini harus mencontoh masa kejayaan Islam pada era klasik (sekitar abad ke-8 hingga abad ke-13 M) yang tidak melakukan proses dikotomisasi antara ilmu pengetahuan umum dengan ilmu agama.
Maftuh memaparkan, proses dikotomisasi kedua jenis ilmu tersebut terjadi setelah kecemerlangan peradaban Islam meredup dan dilanjutkan oleh hegemoni peradaban Barat yang mementingkan sekularisasi.
Dengan adanya sekularisasi yang memisahkan paham agama dengan berbagai bidang kehidupan lainnya, maka terjadi pula proses dikotomisasi pula antara ilmu pengetahuan umum dengan ilmu agama, tegas Maftuh.
"Hegemoni yang berpindah ke Barat itu menyebabkan terjadinya sekularisasi iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi), " kata Menag.
Ditegaskannya, sumber tradisi ilmiah dalam kejayaan peradaban Islam terletak pada Al-Qur’an dan Al-Hadits. (dina/bs)