Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni mengungkapkan dalam kurun waktu empat tahun, pemerintah telah memberikan bantuan terhadap sejumlah pondok pesantren sebesar Rp 700 milyar. Namun anggaran itu dinilai masih belum memadai karena masih banyak pesantren yang belum mendapat bantuan.
“Anggaran yang disampaikan ke pesantren andai satu pesantren dapat Rp 500 juta, mungkin baru 1.400 ponpes yang terbantu,” kata Maftuh pada halaqah pengembangan pondok pesantren di Jakarta , Minggu (26/10). Acara yang bertema “Reposisi, kontekstualisasi dan transformasi pesantren dalam dinamika pendidikan global” dihadiri sekitar 50 pimpinan pondok pesantren, antara lain KH Abdullah Syukri Zarkasy (PP Gontor), KH Solahuddin Wahid (PP Tebuireng) dan mantan Menteri Agama Prof KH Tolchah Hasan.
Menag mengatakan, anggaran untuk pesantren masih harus ditingkatkan, karena mengingat jumlahnya yang mencapai ribuan ponpes dan jutaan santri. “Berapa angka yang ideal saat ini belum bisa disebutkan. Tapi masih cukup banyak guru di madrasah dan pesantren yang digaji Rp 100 ribu per bulan, ini berarti masih belum wajar,” kata Maftuh.
Terkait dengan kenaikan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN, Menag mengatakan, Departemen Agama yang juga mengelola pendidikan baik madrasah maupun pontren telah mengajukan tambahan sebesar Rp 10,7 trilyun. “ Ada menteri yang berkeberatan, tapi saya katakan Depag juga mengelola pendidikan, selama ini kurang ada perhatian,” ujarnya.
Akan tetapi, lanjut Maftuh, setelah ada Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, baru kita berbenah diri. “Sejatinya kita mengurusi madrasah dan pondok pesantren,” ujarnya lagi.
Sebagai orang yang pernah mengenyam pendidikan di pesantren, Maftuh juga mengungkapkan bahwa pesantren merupakan model pendidikan yang membentuk watak manusia yang mandiri, tapi tidak bersikap individual. “Saya pernah tinggal di pesantren dan asrama. Bedanya, di asrama sangat egoistik, di pesantren kerjasamanya sangat kental, tapi tidak pernah jadi gudang demonstran,” ungkapnya.
Menurutnya, pesantren juga telah banyak memberikan andil bagi bangsa dan negara. Apalagi pesantren sebagai lembaga pendidikan yang sudah berakar sebelum republik ini lahir.
“Barangkali kalau tidak ada Tebuireng, tidak ada yang namanya hari Pahlawan, karena peristiwa di Surabaya 10 November di komando dari Tebu Ireng, dipimpin Hadratu Syekh KH Hasyim Ashari- Rais Akbar PBNU.(rd)