Membaca Fenomena Teroris dari Manifesto sampai Surat Wasiat

Manifesto dan Surat Wasiat
Sebagai akademisi penulis meyakini bahwa masih terus dibutuhkan upaya untuk mengungkap dan mengurai apa yang sesungguhnya terjadi dibalik para teroris.

Setiap peristiwa teror yang terjadi di sejumlah negara ternyata memiliki alasan-alasan yang berbeda dan latar belakang yang berbeda.

Dalam kesempatan ini penulis coba mencermati dua peristiwa penting dari pelaku teror di dua negara yaitu di Selandia Baru (2019) dan di Indonesia (2021).

Pelaku dari dua peristiwa itu sama-sama meninggalkan dokumen. Dari dua peristiwa itu ada data dokumen yang bisa dicermati yaitu dari teroris di Selandia Baru meninggalkan manifesto dan dari teroris di Indonesia meninggalkan surat wasiat.

Pada 15 maret 2019 terjadi serangan terhadap jamaah salat Jumat di Masjid Al Noor dan Mushala Linwood di Christchurch Selandia Baru. Peristiwa teror ini menewaskan 51 orang dan melukai 40 lainnya.

Peristiwa ini dinilai sangat kejam diantaranya karena ada satu peristiwa menurut pengakuan terorisnya ia melakukan dua tembakan langsung ke bayi berusia tiga tahun yang sedang memegangi kaki ayahnya yang sudah meninggal.

Pelaku teror ini bernama Brenton Tarrant, pria berusia 28 tahun asal Australia. Sebelum melakukan teror ia membuat manifesto setebal 73 halaman yang diberi judul The Great Repalcement.