Membaca Fenomena Teroris dari Manifesto sampai Surat Wasiat

Eramuslim.com

By Ubedilah Badrun

Bom bunuh diri di Gereja Katedral (28/3) dan serangan teror di Markas Besar Kepolisian (31/3) menggugah penulis untuk membaca ulang fenomena teroris ini.

Tidak mudah memang membaca fenomena teroris, apalagi untuk memastikan kapan terorisme mulai ada. Tetapi secara historis awal mula terorisme itu bisa ditelusuri dari wilayah Eropa.

Dalam catatan sejarah bisa dicermati dari abad ke-5 masehi. Pada tahun 476 masehi dunia mencatat serangan teroris terhebat yang mampu meruntuhkan kekuasaan kekaisaran Romawi Barat waktu itu.

Teroris yang meruntuhkan kekaisaran Romawi Barat ini berasal dari salah satu suku di Eropa. Pada saat itu orang Romawi Barat menyebut suku tersebut sebagai Barbar.

Peristiwa ini mengakibatkan jatuhnya ribuan korban jiwa. Peristiwa runtuhnya Romawi Barat ini menandai mulainya abad kegelapan (dark ages) di Eropa selama 1000 tahun.

Pada masa terorisme awal ini latar belakangnya bukan karena hal-hal yang bersifat sakral atau keagamaan tetapi lebih karena persoalan keinginan untuk berkuasa dan semacam ada idiologi Anarkisme di kaum barbar.

Secara etimologis istilah teror dan terorisme sesungguhnya baru mulai populer pada abad ke-18, namun fenomena yang ditunjukannya bukanlah fenomena baru.

Menurut Grant Wardlaw dalam buku Political Terrorism (1982) mengemukakan bahwa manifestasi terorisme sistematis muncul sebelum Revolusi Prancis, tetapi baru mencolok sejak paruh kedua abad ke-19.

Dalam suplemen kamus yang dikeluarkan Akademi Prancis tahun 1798, terorisme lebih diartikan sebagai sistem rezim teror, yang menciptakan ketakutan ditengah-tengah masyarakat.

Sementara menurut David C Rapoport(1989), pendiri jurnal ilmiah Terrorism and Political Violence, dalam The Morality of Terrorism membagi teror dalam tiga kategori, yakni (1) Religious Terror, (2) State Terror, dan (3) Rebel Terror.