Pengamat politik Yoes Kenawas mengatakan, pada pemilu 2015, ada 52 kandidat atau 3 persen dari total yang memiliki keterkaitan dengan politisi yang menjabat.
Apabila dilihat ke belakang, para pejabat saat ini pun memiliki keterkaitan dengan tokoh nasional yang aktif pada masa itu. Misalnya Prabowo yang merupakan mantan menantu Presiden Soeharto dan Megawati Soekarnoputri yang menjadi putri Presiden Soekarno.
Indonesia sendiri sudah berupaya untuk menghentikan fenomena politik dinasti. Di mana pada 2015, DPR mengeluarkan UU untuk melarang keluarga petahana mencalonkan diri sebagai bupati, walikota, dan gubernur. Tetapi UU itu dibatalkan karena dianggap tidak konstitusional.
Padahal, berdasarkan survei Kompas pada Juli, hampir 61 persen masyarakat Indonesia tidak menyetujui kerabat politisi ikut mencalonkan diri.
Peneliti dari University of Melbourne, Vedi Hadiz mengatakan, maraknya politik dinasti dikarenakan besarnya modal yang harus dikeluarkan oleh kandidat ketika mencalonkan diri. Alih-alih, nama besar di belakang nama mereka akan mendompleng popularitas.
Di sisi lain, hal itu juga membuat banyak calon politisi enggan maju melawan kandidat yang didukung oleh keluarga yang kuat. Buktinya, lawan Gibran mundur dan membuatnya selangkah lebih dekat dengan kemenangan. (RMOL)