Mayoritas fraksi di DPR sepakat dan mendukung dibentuknya partai politik (parpol) lokal untuk dimasukkan dalam pembahasan RUU PA (Pemerintahan Aceh). Parpol lokal di Nangroe Aceh Darussalam (NAD) itu diharapkan bisa sebagai langkah demokratisasi dan nantinya bukan saja di Aceh tapi juga di daerah lain.
Tapi, parpol lokal tersebut hanya untuk partisipasi politik masyarakat daerah dalam Pilkada (gubernur, bupati, dan wali kota), dan tidak bisa ikut dalam Pemilu Nasional dan ini sesungguhnya sudah ada sejak tahun 1955.
Fraksi-fraksi DPR yang mendukung parpol lokal tersebut selain PKB, Golkar, PAN, Demokrat, PPP, PDS, BPD, dan PKS. “FKB setuju dan mendukung parpol lokal tersebut, selain sebagai proses demokratisasi juga untuk desentralisasi di Aceh dan daerah lain,” papar juru bicara FKB DPR Saifullah Ma’shum kepada wartawan di Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Kamis (23/3).
Sementara itu, Teuku Nurlif dari Fraksi Golkar menyatakan dukungan yang sama jika parpol lokal tersebut sebatas untuk mengikuti Pilkada dan bukan untuk pemilu nasional. Sedangkan tentang calon independen dalam Pilkada tersebut, Golkar mensyaratkan harus didukung minimal 3 persen oleh masyarakat.
“Dan itu berlaku hingga terbentuknya parpol lokal dimaksud. Tapi, jika parpol lokal sudah terbentuk, maka tidak boleh lagi ada calon independent selain dari parpol lokal itu,” katanya.
Dukungan yang sama terhadap parpol lokal tersebut datang dari fraksi-fraksi lain seperti Demokrat, PAN (Ahmad Farhan Hamid), PKS (Nasir Djamil), PPP (Andi M. Ghalib), PDS (Sinaturi), maupun BPD (Rafiudin Hamaru) yang hadir dalam konferensi pers yang dipimpin oleh Ketua Pansus RUU PA Ferry Mursyidan Baldan itu.
Fraksi-fraksi itu juga sepakat mengenai tidak mungkinnya Pansus RUU PA mampu menyelesaikan RUU PA itu pada tanggal 31 Maret 2006 mendatang sebagaimana kesepakatan (MoU) antara pemerintah dan GAM. Pansus RUU PA berjanji akan terus bekerja keras membahas RUU tersebut sampai selesai, mungkin pada awal Mei 2006 akan diparipurnakan di DPR RI.
Sementara pada 24 Maret ini sebagasi batas akhir fraksi-fraksi menyerahkan DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) mengenai RUU PA tersebut untuk dipelajari oleh seluruh anggota Pansus RUU PA DPR. Pada tanggal 11 hingga 13 April 2006 Pansus akan menggelar rapat-rapat guna membahas RUU PA tersebut.
Menurut Ferry Mursyidan Pansus juga akan mengundang kumpulan masyarakat Aceh Se-jawa, Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan lain-lain untuk mengoptimalkan pembahasan RUU PA tersebut. “Jadi, memang perlu waktu yang cukup untuk membahas sekitar 1.443 DIM dan 206 pasal RUU PA itu. perlu kedalaman materi dengan mengakommodir seluruh aspirasi masyarakat, yang tidak saja Aceh tapi juga di luar Aceh karena Aceh tetap bagian dari NKRI,” kata politisi Golkar itu.
Selain itu, pemerintah diminta Pansus RUU PA agar memberikan pernyataan yang tegas terhadap masyarakat Aceh dan GAM soal tidak mungkin selesainya RUU PA menjadi UU PA sesuai kesepakatan, yaitu tanggal 31 Maret 2006 ini. “Tidak masalah tidak selesai sesuai jadwal,asal materinya baik dan ini untuk kebaikan bagi masyarakat Aceh sendiri,” sambung Ferry.
Menyinggung pertemuannya dengan mantan Presiden RI BJ. Habibie, Ferry menjelaskan jika pesan dari beliau yang terpenting adalah RUU PA itu tetap dalam kerangka NKRI dan jangan sampai menimbulkan masalah.
Sedangkan rencana pertemuannya dengan Ketua Umum Dewan Syuro DPP PKB KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sampai hari ini belum ada jawaban dari beliau karena masih sakit dan dokter belum memperbolehkannya. Demikian juga dengan Megawati Soekarnoputri, juga belum memberikan jawaban.(dina)