Kalangan Komisi III DPR RI mendukung sidang pra peradilan atas terbitnya Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara (SKP3) Soeharto yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (5/6). Langkah tersebut perlu ditempuh guna menilai langkah Jaksa Agung.
Kepada pers, Almuzzamil Yusuf, anggota Komisi III dari FPKS di gedung DPR menjelaskan, di internal Komisi III DPR sendiri masih terjadi pro kontra soal SKP3 ini, ada yang mendukung, menolak dan abstain.
Tapi, sambung dia, mayoritas anggota komisi III DPR tetap menginginkan Soeharto tetap diadili. Soal nantinya dia diampuni dalam proses pengadilan itu, tidak masalah. Yang penting ada proses hukumnya.
Hal serupa juga disampaikan Djoko Edhi Soetjipto (F-PAN), dia menilai ada baiknya memang mempraperadilankan SKP3 Soeharto itu. Alasannya, untuk menguji sah atau tidak SKP3 yang dikeluarkan Jaksa Agung.
Menurutnya, SKP3 itu tidak bisa dikeluarkan Jaksa Agung, karena tidak ada sumber hukum yang kuat yang bisa dijadikan dasar pedoman. Apalagi kelihatanya SKP3 itu bertentangan dengan TAP MPR.
Dengan pra peradilan itu, harapnya, ada kemungkinan yang menyangkut jasa-jasa Pak Harto bisa dijadikan pertimbangan, tapi kalau yang menyangkut kroninya kemungkinan besar ditolak.
Sementara itu, dua LSM mengajukan tuntutan pencabutan SKP3. Sidang membacakan tuntutan pemohon yang terdiri dari Gerakan Masyarakat Anti-Soeharto (GEMAS) dan Asosisasi Penasehat Hukum Indonesia (APHI) atas nama masyarakat.
Andi Samsan Nganro, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, menyatakan akan menyatukan semua tuntutan dalam satu sidang. “Ini diambil untuk memudahkan dan menyederhanakan proses pemeriksaan terhadap gugatan SKP3 yang dikeluarkan Kejaksaan Agung untuk Soeharto, dan untuk menghindari proses putusan yang bertentangan, perkara kami gabung,” kata Andi.
Sidang pembacaan tuntutan akan diikuti pembacaan replik besok pada Selasa (6/6) dan harus sudah selesai sepekan setelah pengajuan pada hari ini. “Sesuai dengan KUHP, gugatan praperadilan harus selesai dalam 7 hari,”papar Andi. (dina)