Usulan agar ibadah haji hanya satu kali dalam seumur hidup, yang diajukan oleh Departemen Agama dalam RUU Perubahan Haji No. 17/1999, ditanggapi beragam oleh masyarakat.
OKI Sutomo (37 tahun) karyawan swasta di kawasan Jakarta Barat menyatakan tidak setuju haji dibatasi sekali saja, tetapi ia setuju jika jarak antara ibadah haji pertama dengan yang berikutnya diatur, sehingga bisa memberikan kesempatan kepada calon jamaah haji lain yang ingin melaksanakan ibadah.
"Saya tidak setuju haji dibatasi sekali saja, cuma jarak antara naik haji yang pertama dengan yang berikutnya paling tidak lima tahunlah baru boleh haji lagi, " ujarnya ditemui di Kawasan Monas, Jakarta, Jum’at (2/3).
Ia menyarankan, agar permasalahan penyelenggaraan haji diserahkan kepada pihak-pihak yang lebih profesional, karena selama ini penyelenggaraan yang dikelola oleh Departemen Agama cenderung banyak penyimpangan di sana-sini.
"Seharusnya ada badan khusus yang menangani haji, yang melibatkan organisasi-organisasi independen maupun orang yang sudah berhaji, sehingga apa yang menjadi permasalahan bisa segera diketahui secepatnya. Selama ini relatif tertutup dan semuanya diserahkan kepada pemerintah, termasuk tender makanan dan minuman, " jelasnya.
Berbeda dengan Oki, Siska Widyawati (31 tahun) karyawati swasta di kawasan Sudirman menyatakan setuju jika pemerintah mengeluarkan aturan pembatasan pelaksanaan ibadah haji.
"Saya setuju sekali, soalnya seharusnya orang yang kaya mempunyai dana berlebihan itu tidak usah berulang kali ke sana, tapi membagikan kepada fakir miskin, insya Allah pahalanya juga sama dibandingkan dengan pergi ke sana berulang kali, di samping nambah-nambah repot yang mengurusnya,
juga manfaatnya tidak terasa pada banyak orang, " tukasnya.
Ia berpendapat dalam rangka perbaikan penyelenggaraan ibadah haji Indonesia ke depan, hanya satu kata saja yang diperlukan yakni profesionalisme.
"Harus profesional yang menanganinya mulai dari pendaftaran, sampai katering harus profesional. Saya memang agak kurang percaya dengan departemen-departemen kita ya, karena mereka mempunyai sejarah kolusi yang cukup lama. Mungkin kalau bisa dikelola oleh orang yang cukup ahli pada bidangnya mungkin bisa lebih baik, " usulnya.
Burhan Effendi (53 tahun), pegawai negeri sipil, juga sepakat dengan rencana pembatasan yang akan dicantumkan dalam RUU Perubahan Haji. "Saya setuju haji ini dibatasi satu kali, "cetusnya.
Burhan menyarankan ke depan agar segera dilakukan perbaikan dalam sistem penyelenggaraan haji, Ia menganggap kegagalan dalam penyelenggaraan haji, tidak bisa ditimpakan pada satu pihak saja misalnya dari Departemen Agama, karena dalam kegiatan itu melibatkan banyak pihak.
"Sebaiknya semua pihak yang terkait terutama dari masyarakat bisa memberikan solusi ataupun masukan kepada pihak penyelenggara haji, karena yang terpenting pihak penyelenggara itu bisa memberikan kenikmatan kepada yang jamaah haji, " katanya.
Ia mengakui penyelenggaraan haji selama ini terlihat semrawut, bahkan rekannya pernah mengalami permasalahan saat melakukan pendaftaran, sudah melakukan pendaftaran tapi tidak masuk kuota.
Karenanya, kata Burhan, harus ada kerjasama yang baik antara penyelenggara, calon jamaah dan masyarakat dalam memberikan masukan yang berarti, hal ini dapat menghindari tindakan yang membabi buta dari pihak-pihak tertentu yang hanya mau mengambil keuntungan sesaat. (novel)