Masjid Nurul Islam, Rumah Allah Yang Terhimpit Gedung Tinggi Ibukota

Eramuslim.com -Suara azan dari pengeras suara Masjid Nurul Islam, Kelurahan Senayan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan terdengar nyaring dari ujung gang di Jalan Tulodong Atas, Kamis (22/2). Namun, wujud masjid itu tak tampak sama sekali.

Di sepanjang gang kecil menuju ke masjid, pedagang sayur, makanan, dan pakaian berjajar di kanan-kiri jalan. Sungguh pemandangan yang sangat kontras. Pasar dan masjid kecil itu bagai ruang kumuh di antara sentra perekonomian nan megah, dipenuhi gedung pencakar di kawasan Sudirman Central Business District (SCBD).

Berdiri sejak 1960-an, masjid ini awalnya lebih kecil dan berbentuk seperti rumah adat masyarakat Betawi. Bermodal wakaf, luas lahan bertambah hingga sekitar 800 meter persegi. Dengan kontribusi para pedagang, masjid itu dapat terus dirawat dan dihidupkan.

Salah seorang warga, Cholilah Rodja, mengatakan bangunan ini merupakan satu-satunya masjid yang tersisa setelah kawasan SCBD dibangun pada akhir 1980-an hingga awal 1990-an.

“Asalnya kan dulu di sini banyak masjid, mushala. Karena ada pembangunan ini (SCBD) yang developer-nya Artha Graha dan Agung Sedayu, jadi bangunan masjid banyak yang dirislah keluar,” kata Cholilah yang juga dipercaya sebagai bendahara Masjid Nurul Islam, di Tulodong Atas, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (22/2).

Selain Masjid Nurul Islam, hanya tersisa satu mushala di Jalan Tulodong Atas. Mushala yang dibangun oleh kakek Cholilah ini juga kabarnya akan dirislah. Ia berharap Masjid Nurul Islam sebagai satu-satunya masjid tua yang masih ada dapat dipertahankan dan dikembangkan.

Pengurus masjid bahkan telah menyiapkan sebuah maket untuk membangun masjid berlantai tiga. Maket ini telah dibuat sekitar 10 tahun lalu. Bangunan diprediksi menghabiskan dana sekitar Rp 4-6 miliar.

“Sekarang sudah enggak mungkin. Mungkin dua kali lipat. Karena kondisi harga barang sudah jauh berbeda,” ujar dia kepada Republika.

Sayangnya, pembangunan masjid ini mengalami hambatan. Selama lebih dari 10 tahun, para pengurus harus berhadapan dengan sulitnya mendapatkan surat-surat dan perizinan. Cholilah merasa dipersulit ketika mengajukan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di tingkat Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Selatan hingga Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.

Pemerintah berdalih, Cholilah harus mendapatkan izin dari PT Artha Graha Group dan PT Agung Sedayu Group sebagai pemegang Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT) kawasan SCBD. Bagi Cholilah, hal ini tidak masuk akal, sebab warga dan pengurus masjid tidak pernah menyerahkan lahan maupun bangunan masjid kepada pihak pengembang.