Dalam press release yang diterima eramuslim dari Marwan Batubara anggota DPD RI dan juga Ketua Tim Upaya Pemberantasan Korupsi, meminta supaya Jaksa Agung Hendarman Supandji harus mundur, karena telah mengingkari Keterlibatan Oknum Kejagung dalam Suap Artalyta-Urip.
Berikut press release dari Marwan Batubara :
Sebagaimana diberitakan sejumlah media massa, Jaksa Agung Hendarman Supandji secara lantang menyatakan bahwa Jaksa Urip Tri Gunawan bertindak sendiri dalam kasus suap yang dilakukannya bersama Artalyta Suryani. Dikatakan Hendarman, “Hasil pemeriksaan Jamwas, memang Urip bermain sendirian”.
Hendarman selanjutnya juga menyatakan bahwa kesimpulan tersebut bersesuaian dengan putusan pengadilan yang menyebutkan tidak ada permainan dari pejabat yang menerima bagian. Karena itu, menurut Hendarman, tidak ada bukti dana mengalir dari Artalyta ke pejabat lain di luar Urip.
Atas sikap dan pernyataan Jaksa Agung tersebut, kita sangat prihatin, menyesalkan, dan mengecamnya dengan keras. Sikap Jaksa Agung tersebut secara sangat telanjang menunjukkan tidak adanya komitmen lembaga ini untuk menuntaskan penyelesaian kasus korupsi BLBI secara berkeadilan. Sikap ini sekaligus juga memupuskan sisa-sisa harapan terhadap Kejagung untuk melakukan pembenahan internal terhadap institusinya yang selama ini nama dan reputasinya telah demikian hancur di mata publik!
Lebih jauh, sikap Jaksa Agung tersebut juga sangat tidak berdasar dan layak dipertanyakan. Bagaimana mungkin Jaksa Agung berani menyimpulkan Urup bertindak sendirian, sementara bukti-bukti persidangan telah dengan sangat jelas membantah hal tersebut?
Sebagaimana diketahui, berdasarkan bukti-bukti dan fakta persidangan, seperti antara lain rekaman percakapan Artalyta dan sejumlah pejabat Kejagung, keterlibatan oknum pejabat Kejagung dalam kasus suap Artalyta-Urip telah demikian nyata. Mereka terbukti telah melakukan serangkaian komunikasi dengan Artalyta untuk melindungi kepentingan Sjamsul Nursalim sebagai salah satu obligor yang tersangkut kasus BLBI. Diduga atas dasar hal itulah sejumlah pejabat Kejaksaan seperti Kemas Yahya Rahman, M. Salim, dan Untung Udji Santoso digeser dari jabatannya semula.
Berikut adalah sebagian bukti dan fakta persidangan yang mengungkapkan keterlibatan oknum-oknum pejabat Kejagung dalam kasus suap Artalyta-Urip, yang dilakukan dalam rangka melindungi kepentingan Sjamsul Nursalim:
- Dua putusan majelis hakim (dengan tersangka Urip maupun Artalyta) dengan konsisten menyimpulkan bahwa Urip selaku koordinator tim penyelidik telah terbukti bekerja sama dengan Artalyta untuk mengarahkan kerja tim penyelidik agar menghasilkan kesimpulan yang melindungi kepentingan Sjamsul Nursalim;
- Dalam persidangan terungkap bahwa Jampidsus Kemas Yahya Rahman dan Direktur Penyidikan M. Salim telah melindungi Sjamsul Nursalim dengan tidak mengumumkan kepada publik tentang adanya kewajiban Sjamsul sebesar Rp 4,758 triliun kepada BPPN, serta justru menyatakan tidak menemukan unsur melawan hukum dalam penyelesaian kewajiban Sjamsul Nursalim. Atas hal itu, majelis hakim menilai tindakan ini telah bertentangan dengan kaidah penyelidikan dan telah melanggar asas kepastian hukum, kepentingan umum, keterbukaan, dan profesionalisme;
- Hasil pengumuman penyelidikan kasus BLBI II yang dibacakan Jampidsus Kemas Yahya Rahman sama persis dengan kesepakatan Urip dan Artalyta yang terekam dalam percakapan telepon. Sehingga, majelis hakim juga meyakini Urip telah membahas bersama Kemas dan M. Salim tentang butir-butir apa saja yang akan dijelaskan oleh Kejagung kepada publik;
- Dalam persidangan sempat terungkap adanya indikasi keterlibatan pejabat-pejabat Kejagung seperti Untung Udji Santoso, Mohammad Salim, Wisnu Subroto dan Djoko Widodo dalam upaya menutup-nutupi keterkaitan antara kasus suap Artalyta-Urip dengan upaya penghentian penyelidikan kasus BLBI I dan II oleh Kejagung;
- Dalam rekaman percakapan telepon antara Artalyta dan Untung Udjie Santoso, antara lain juga sempat terungkap ucapan Artalyta, “Jadi gimana? Ini ‘kan mesti ngamanin bos kita semua”. Percakapan ini dengan sangat gamblang menunjukkan adanya keterlibatan ”para bos” dalam kasus suap Artalyta-Urip;
- Terungkap pula adanya bukti bahwa Urip telah memeras Glenn Yusuf (mantan Kepala BPPN) terkait kasus penggelembungan aset Sjamsul Nursalim. Bukti ini menunjukkan bahwa sebenarnya Kejagung telah membidik Glenn Yusuf dalam kasus penggelembungan nilai aset Sjamsul Nursalim, namun nyatanya Glenn Yusuf tak kunjung diperiksa dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung.
Bukti-bukti dan fakta persidangan di atas telah mengungkapkan secara sangat terang bahwa kasus suap Urip-Artalyta melibatkan banyak pihak di Kejagung dan merupakan bagian dari upaya perlindungan terhadap kepentingan Sjamsul Nursalim. Dengan demikian, pernyataan Jaksa Agung yang menyatakan Urip bertindak sendirian telah terang-terangan pula mengingkari bukti-bukti dan fakta persidangan tersebut.
Karena itu, kita layak menggugat dan mempertanyakan sikap Jaksa Agung: untuk siapakah sesungguhnya Jaksa Agung dan lembaganya bekerja? Untuk melindungi kepentingan negara ataukah melindungi kepentingan oknum jaksa dan obligor BLBI? Apakah Kejagung telah beralih fungsi dari pengacara negara menjadi pengacara oknum jaksa dan para obligor?
Adalah sesuatu yang sangat ironis, sementara KPK berani menangkap Aulia Pohan dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun mendukung tindakan tersebut, Kejagung malah sibuk mengamankan oknum-oknum jaksa dan obligor BLBI!
Untuk itu, kita mempertanyakan hati nurani Jaksa Agung. Apakah Jaksa Agung masih memiliki harga diri dan rasa malu untuk berdiri pada posisinya saat ini? Jika ya, maka sudah sepatutnya Jaksa Agung segera mengundurkan diri!
Jakarta, 1 Desember 2008
Marwan Batubara
Anggota DPD RI/
Ketua Tim Upaya Pemberantasan Korupsi DPD RI