Paham kebebasan untuk berperilaku, disadari atau tidak telah menjadi hal lumrah. Akal dan naluri manusia tidak dikawal dengan pemahaman agama. Hingga hasrat seorang Ayah dapat muncul kepada putrinya atau nafsu seorang pria muncul kepada anak-anak. Segala perilaku rusak ini akibat dari penuhanan syahwat dan pengkerdilan akal yang mementingkan pemuasan semata. Kebobrokan sosial ini bermuara pada hilangnya penjaga keimanan, pengabaian hukum syariah dan pemisahan agama oleh negara. Sebab Islam dengan jelas telah mengatur sistem kemasyarakatan yang mumpuni untuk menjamin kehidupan umat manusia.
Islam memiliki sistem pergaulan (nizham ijtima’i) yang sempurna. Termasuk didalamnya untuk meminimalisir pemicu syahwat dan memperkecil peluang tindak kejahatan seksual. Pertama, Islam telah membatasi wilayah aktivitas seorang muslim, dimana terdapat wilayah khas (khusus) dimana segala aktivitas pribadi terlaksana sehingga yang bukan mahram tidak bisa dilibatkan, misalnya segala kegiatan di kamar tidur, toilet, dapur dan seluruh rumah.
Adapula wilayah aam (umum) dimana aktivitas umum yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhannya membolehkan interaksi dengan selain mahram seperti sekolah, berobat ke rumah sakit, belanja ke pasar dan sebagainya. Tatkala berada di wilayah khusus dan umum, maka seorang muslim akan terikat dengan berbagai hukum yang telah ditetapkan oleh Islam.
Misalnya, seorang muslim akan dituntut untuk menutup aurat sebatas pada mahramnya kala berada di wilayah khusus yakni rumahnya. Namun tatkala memasuki wilayah umum, ia dituntut untuk menutup aurat secara menyeluruh ditambah menahan dan menundukkan pandangannya serta berinteraksi sesuai kebutuhan saja. Sehingga tidak terjadi interaksi sia-sia apalagi haram seperti pacaran, bergosip, menyaksikan tontonan mengumbar aurat, pornografi dan sebagainya.