eramuslim.com – Istilah gemoy menjelang pilpres 2024 marak digunakan tokoh untuk meraih dukungan dan simpati masyarakat.
Merespons hal itu, Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Sohibul Iman merasa prihatin melihat gimik politik yang marak pada Pemilu 2024.
Secara khusus, mantan wakil ketua DPR itu menyoroti narasi ‘gemoy’ yang belakangan ini begitu populer.
“Saya sangat prihatin, untuk memenangkan demokrasi, persaingan demokrasi ini sekarang lebih banyak gimiknya, sekarang ada istilah gemoy dan santuy,” kata Sohibul saat memberikan sambutan pada Peluncuran Program Kampanye Nasional PKS di Hotel Bumi Wiyata, Depok, Jawa Barat, Minggu (26/11).
Sohibul menganggap gimik seperti itu tidak sehat bagi demokrasi. Alasannya, seolah-olah sosok pemimpin Indonesia yang dibutuhkan ke depan adalah figur gemoy dan santai.
“Seakan-akan yang bisa memimpin negeri ini adalah mereka yang gemoy, gemoy, atau gemoy. Saya enggak tahu juga itu, Gemoy apa gemoy? Gemoy atau santuy ini tentu sesuatu yang tidak sehat,” kata dia.
Oleh karena itu, Sohibul mengharapkan iklim politik pada Pemilu 2024 bisa diisi gagasan. Dengan demikian, pemimpin Indonesia ke depan adalah figur yang berkapasitas bagi bangsa.
“Demokrasi kita harus lebih baik yaitu memunculkan pemimpin yang di satu sisi punya kapasitas memenangkan pertarungan, di sisi lain juga kita yakin dia punya kapasitas untuk mengelola pemerintahan,” katanya.
Istilah ‘gemoy’ baru mencuat pada Pemilu 2024. Gemoy merupakan istilah kekinian untuk menggantikan kata ‘gemas’ pada objek yang menggemaskan.
Kata ‘gemoy’ sering digunakan oleh para pendukung Prabowo Subianto, terutama di media sosial. Capres dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) itu juga kerap berjoget di depan umum.
Gemoy pun belakangan menjadi tren. Politikus Partai Gerindra, Dedi Mulyadi sampai menggelar lomba Joget Gemoy antarwarga di tempat kelahirannya di Kampung Pakuan, Subang, Jawa Barat pada Sabtu (25/11) malam. (sumber: fajar)