Mantan Atase Militer Indonesia: AS Sudah Lama Ingin Bangun Pangkalan Militer di Indonesia

Mantan Atase Militer Indonesia di Amerika Serikat, Mayjen TNI (Purn) Benny Mandalika menganalisa bahwa Perjanjian Kerja Sama Pertahanan RI-Singapura sebagai pesanan negara adidaya itu, sebab AS sudah lama ingin mendirikan pangkalan militernya di Indonesia.

Hal itu diungkapnya saat rapat dengar pendapat umum dengan Komisi I, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (28/6).

"Dengan adanya pasal-pasal di DCA yang menyatakan bahwa Singapura akan melibatkan pihak ketiga dalam latihan militernya di Indonesia, disinyalir negara itu akan mengajak AS, dapat diduga bahwa DCA ini merupakan titipan AS, " ujarnya salah satu Anggota Persatuan Purnawiran TNI AD (PPAD) ini

Ia mengakui, selama menjabat atase militer antara tahun 1983-1995, beberapa kali pejabat militer di AS menghubunginya, agar bisa menggunakan salah satu pulau di Kepulauan Riau sebagai pangkalan militernya, tetapi permintaan itu ditolaknya secara diplomatis.

"Negara Indonesia bersikap bebas-aktif dalam berpolitik, sehingga tak bisa memberikan izin salah satu wilayahnya untuk dijadikan pangkalan militer AS, " jelasnya.

Menurutnya, sikap teguh Indonesia ini telah membuat AS berusaha mencari batu loncatan untuk masuk ke Indonesia melalui Singapura.

Sementara itu, Ketua Umum PPAD Letjen TNI (Purn) Suryadi menyampaikan bahwa organisasi purnawirawan itu menilai DCA (Defend Cooperation Agreement) sudah menyimpang dari kerja sama pertahanan yang dilakukan RI-Singapura beberapa tahun sebelumnya.

"DCA itu memungkinkan tentara asing mengakses di wilayah Indonesia untuk latihan mandiri dan bersama negara lain, itu berbeda sifatnya dengan kerja sama pertahanan yang sudah ada, " kata Suryadi.

Karena itu, PPAD meminta kepada semua pihak dan DPR untuk tidak terpengaruh dan tidak memberikan keuntungan politik, ekonomi, pertahanan NKRI kepada bangsa asing. Selain itu juga mendesak agar DPR menolak dan tidak meratifikasi perjanjian tersebut.

Menanggapi hasil analisis itu, Anggota Komisi I DPR Sidharto Danusubroto menegaskan, sebagian besar fraksi di komisi pertahanan DPR menolak untuk meratifikasi perjanjian tersebut. "Kita bukan hanya menolak teknisnya saja, melainkan juga substansinya, " tukasnya Anggota Fraksi PDIP.

Dikatakannya, sebagian besar penolakan dari Komisi I DPR itu bukan hanya terkait dengan petunjuk teknisnya saja, tetapi juga pada perjanjian pertahanan.(novel)