Mahfud MD Sambut Baik Putusan MK, Sebut Gagalkan Skenario Kotak Kosong di Pilkada

eramuslim.com – Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menilai putusan MK soal ambang batas perolehan suara parpol untuk mengusung kandidat di Pilkada, bisa menggagalkan skenario kotak kosong atau calon boneka di Pilkada 2024.

Menurutnya, selain Jakarta, ada banyak daerah lain yang berpotensi melawan kotak kosong atau calon boneka.

“Saya kira ini keputusan yang bagus dan KPU harus segera melaksanakan ini, dan ini terjadi di lebih dari 36 pilkada yang juga akan menghadapi masalah yang sama dengan Jakarta yang akan dihadapkan dengan kotak kosong atau calon boneka,” kata Mahfud di Jakarta Pusat, Selasa (20/8).

“Dengan adanya ini jadi lebih adil dan lebih baik, sehingga masyarakat yang di daerah itu supaya tenang masih ada waktu 9 hari lagi ya untuk menyiapkan segala sesuatunya,” imbuh dia.

Eks Menko Polhukam ini menilai putusan itu berlaku di Pilkada 2024. Ia pun mengatakan KPU tidak bisa beralasan belum menerima salinan putusan.

“Jadi sekarang saya kira KPU sudah tahu, semua sudah dengar dan menurut saya tidak boleh alasan ‘saya belum mendapat putusan MK’. Putusan MK itu begitu lamgsung diberikan begitu palu diketok, langsung diserahkan hari itu juga, tidak beralasan saya belum menerima putusannya,” katanya.

Mahfud mengatakan putusan MK itu akan berdampak bagi banyak partai, bahkan yang sudah tergabung dalam koalisi.

“Itu berlaku bagi semuanya, bukan hanya PDIP, semua partai yang sekarang terlanjur bergabung pun, di KIM misalnya, KIM Plus, ‘loh saya kalau misalnya tidak bergabung dapat sendiri nih,’. Bisa, ini kan belum pendaftaran ya, belum pendaftaran,” ujarnya.

Sebelumnya, MK membuat putusan nomor 60/PUU-XXII/2024 mengubah ambang batas pencalonan. Putusan itu mengubah ketentuan dalam pasal 40 ayat (1) UU Pilkada.

Partai atau gabungan partai politik tak lagi harus mengumpulkan 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah untuk mencalonkan kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Ambang batas pencalonan berada di rentang 6,5 persen hingga 10 persen, tergantung jumlah daftar pemilih tetap (DPT) di daerah tersebut.

 

(Sumber: Cnnindonesia)

Beri Komentar