Selama ini Pansus RUU Pemerintahan Aceh (PA) memang berlangsung terbuka. Namun ketika RUU PA tersebut dibahas di Panja RUU PA DPR RI secara tertutup pada Kamis (1/6), sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam Jaringan Demokrasi Aceh (JDA) menyatakan kecewa dan menilai keterbukaan rapat selama ini hanya gincu.
Demikian ditegaskan juru bicara JDA Agung Wijaya kepada wartawan di Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Kamis (1/6). Ia menduga rapat yang berlangsung tertutup tersebut karena sedang membahas hal-hal krusial terkait dengan pemerintahan Aceh. Sehingga keterbukaan rapat selama ini adalah cuma sebagai gincu politik.
Menurutnya, Panja RUU PA harus terbuka pada masyarakat dalam pembahasan RUU tersebut. Kalau masih dilakukan secara tertutup, dikhawatirkan akan mengancam perdamaian di Aceh. Di mana ketertutupan rapat-rapat panja merupakan indikasi negatif bagi proses dan hasil pembahasan RUU PA.
Selain itu, Agung menduga rapat tertutup tersebut terjadi deal-deal politik dagang sapi antar fraksi-fraksi di DPR RI. “Kalau itu yang terjadi, maka akan akan mencederai demokrasi yang menjadi harapan dan semangat perdamaian masyarakat Aceh. Untuk itu rapat mestinya dilakukan secara terbuka dan transparan,” katanya.
Ia menegaskan, Panja terbuka adalah kehendak masyarakat dan elemen rakyat Aceh. Jika berlangsung secara tertutup itu merupakan bukti bahwa para politisi tidak memahami dan menghargai aspirasi masyarakat Aceh sendiri. Dengan demikian jika rapat masih tertutup, pihaknya lanjut Agung khawatir akan memicu reaksi besar-besaran masyarakat Aceh terhadap hasil pembahasan RUU PA di DPR selama ini.
Apalagi kalau Panja RUU PA DPR RI ternyata tidak mengakomodir aspirasi masyarakat Aceh, maka mereka mengancam akan memboikot Pilkada dalam waktu dekat ini, imbuh dia. (dina)