Mabes Polri mulai mengusut kasus pengiriman 39 Warga Negara Indonesia (WNI) yang merupakan calon mahasiwa dari Banten untuk melanjutkan kuliah di Mesir secara ilegal.
Namun, hingga sejauh ini Polri belum menetapkan tersangka dalam kasus ini, karena pemeriksaan masih dalam tahap meminta keterangan para saksi.
"Pemeriksaan masih dalam tahap meminta keterangan para saksi. Korban adalah santri dari pondok pesantren di Banten yang ingin melanjutkan studi di Kairo, " kata Direktur I Badan Reserse Kriminal Polri, Brigjen Pol Badrootin Haiti, di Jakarta, Rabu (2/7).
Sebelum ke Mesir, menurutnya, para calon mahasiswa itu diperas oleh calo masing-masing sebesar 17 juta rupiah untuk biaya perjalanan dan penampungan sementara di Kairo
"Mereka mendapatkan janji bahwa selain belajar, juga akan mendapatkan beasiswa dan bekerja sampingan, " ujarnya.
Pertengahan Juni lalu, KBRI Kairo membongkar pengiriman 39 orang santri dari Pondok Pesantren Darul Qolam, Gintung, Propinsi Banten, untuk belajar di Universitas Al-Azhar, Kairo. Para santri ini pergi ke Mesir lewat Malaysia dengan visa wisata yang kemudian diubah menjadi visa belajar
"Mereka ditampung di daerah pinggiran kota Kairo, " kata juru bicara Departemen Luar Negeri Teuku Faizasyah.
Sebelumnya, pihak KBRI berpendapat bahwa pengiriman calon mahasiswa ini digolongkan ilegal karena berlawanan dengan aturan yang ditetapkan Departemen Agama (Depag) Indonesia.
Dalam beberapa tahun terakhir, Depag membuat aturan bahwa calon mahasiswa Indonesia yang ingin kuliah di Universitas Al-Azhar harus melalui tes terlebih dahulu yang diselenggarakan Depag di Indonesia.
Duta Besar RI untuk Mesir, Abdurrahman Muhammad Fachir telah menginstruksikan pengusutan kasus tersebut hingga tuntas, dan melindungi WNI yang terlantar.
"Kasus ini dapat dikategorikan sebagai penyelundupan manusia, salah satu kejahatan terorganisir lintas negara yang umumnya melibatkan sindikat kejahatan, " kata Dubes Fachir.(novel)