Ma'ruf Amin: MUI Tidak Bertanggung Jawab atas Sertifikat Halal yang Dikeluarkan Pemerintah

Jakarta—Majelis Ulama Indonesia tidak akan bertanggung jawab terhadap sertifikat halal yang dikeluarkan oleh pemerintah. Hal ini terkait dengan dikeluarkannya UU Jaminan Produk Halal (JPH) yang menyebabkan sertifikasi halal berada di bawah domain Menteri Agama.

”Jika nanti kemudian pemerintah, dalam hal ini Depag atau badan lembaga di bawah Depag yang mengeluarkan sertifikat halal, maka MUI tidak bertanggungjawab atas sertifikat halal yang dikeluarkan,” ujar K.H. Ma’ruf Amin, Ketua MUI.

Lebih lanjut, Ma’ruf mengatakan bahwa MUI akan tetap mengeluarkan sertifikasi halal meskipun pemerintah mengesahkan UU JPH tersebut. ”Karena MUI tidak akan terlibat di dalamnya, jika kemudian pemerintah bersama DPR memaksakan RUU ini dan pemerintah yang akan menerbitkan sertifikasi halal,” ucapnya..

K.H. Ma’ruf Amin menambahkan, seharusnya Menteri Agama, Suryadharma Ali dapat bersikap bijak terkait UU JPH. ”Artinya, Menag bisa memahami bahwa sertifikasi halal merupakan kewenangan MUI dan bukan pemerintah. Dengan demikian Menag bisa mengubah RUU Jaminan Produk Halal terkait kewenangan sertifikasi dan standardisasi Jaminan Produk Halal dan dikembalikan seperti semula bahwa itu merupakan kewenangan MUI,” tegasnya.

RUU Jaminan Produk Halal dibahas oleh Komisi VII DPR. RUU ini terdiri dari 12 bab, 44 pasal, dan 75 ayat dan telah diajukan Dirjen Bimas Islam Departemen Agama, Nasaruddin Umar, ke DPR untuk dibahas menjadi UU. Latar belakang dikeluarkannya RUU ini karena meningkatnya pangsa pasar produk halal dunia yang mencapai US$580 miliar pada tahun 2008, dan diperkirakan meningkat 9,3 persen di tahun 2009. Hal ini diungkapkan oleh Presiden World Halal Forum (WHF), Saleh Abdullah Kamel. Sementara itu, menurut CEO International Halal Integrity (IHI), Darhim Hashim, pasar produk halal terus meningkat dari tahun ke tahun, baik di negara muslim maupun non muslim seperti AS dan Eropa. Oleh karena itu, dengan dikeluarkannya UU Halal ini diharapkan masyarakat tidak ragu mengkonsumsi berbagai produk makanan, makanan olahan, obat-obatan, dan kosmetika di pasar tradisional maupun modern.

Namun, UU ini juga akan mengeliminasi peran MUI, khususnya Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) yang selama 20 tahun ini telah mengeluarkan lebih dari 11.500 sertifikasi halal dari 80.000 jenis produk makanan, obat-obatan, kosmetik, kimia biologik dan rekayasa genetika yang beredar di Indonesia. Dengan disahkannya UU Halal, dapat dipastikan Depag akan mengambil alih peran lembaga audit sertifikasi halal yang selama ini dilaksanakan oleh LPPOM dan Komisi Fatwa MUI.

Depag melalui Sekjennya, Dr. Bahrul Hayat, mengatakan bahwa nantinya MUI akan diintegrasikan ke dalam sistem yang ada, artinya kewenangan utama tetap dipegang Menteri Agama, sementara Komisi Fatwa MUI hanya bertugas memberikan fatwa alias tukang stempel saja.

Jika ini terjadi, tidak dipungkiri bahwa UU ini akan terkesan komersial dan rentan dengan tarik-menarik kepentingan. Lebih jauh, LPPOM MUI yang disebut-sebut sebagai lembaga sertifikasi halal paling standar dan terbaik di dunia dengan pengalamannya selama 20 tahun akan tersingkirkan. Padahal, akhir-akhir ini 11 lembaga sertifikasi dari 11 negara di Asia, Australia, Eropa dan AS telah belajar soal sertifikasi halal ke MUI, bahkan standar sertifikasi halalnya telah diikuti dan digunakan di berbagai negara. Tahun lalu saja sebanyak 100 peserta dari berbagai negara mengikuti pelatihan sertifikasi halal di LPPOM MUI. (Ind)