Mahkamah Agung menganggap hasil survei Tranparency International Indonesia (TII) masih harus dipertanyakan keakuratannya. Bahkan lembaga peradilan itu menantang balik masyarakat yang bisa menemukan indikator praktek suap itu, dapat segera melaporkannya untuk diproses.
Hal itu disampaikan oleh Juru Bicara MA, Djoko Sarwoko di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Rabu (28/2), menomentari hasil survei TII yang menyebutkan bahwa dunia peradilan rentan dengan penyuapan dan prosentasenya kemungkinannya di atas 50 persen.
"Biarin saja, lha wong saya saja meragukan akurasinya, kalau hanya pakai dasar ilmu sama saja bohong, apalagi yang disurvei itu respondennya hanya berasal dari kalangan pengusaha, " katanya.
Djoko meragukan kebenaran dari responden survei tersebut, dan Ia juga mempertanyakan darimana dapat responden itu, sehingga berani mengatakan lembaga peradilan adalah yang paling rentan untuk disuap.
Tapi ia menegaskan, Mahkamah Agung memilih untuk menerima hasil itu dan membuatnya sebagai masukan untuk profesionalitas lembaga peradilan di Indonesia.
"Daripada meributkan masalah itu, kita ambil sisi positifnya. Akan dijadikan sebagai bahan masukan, " ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, berdasarkan survei TII dunia peradilan, kepolisian dan DPRD dicap sebagai institusi yang paling rentan terhadap praktek penyuapan. Penilaian publik sangat masuk akal sebab di tiga lembaga tersebut seringkali terjadi praktek pungutan uang. Artinya, dari sisi peningkatan kualitas pelayanan publik pun, selama dua tahun ini sama sekali tidak ada peningkatan di ketiga institusi itu. (novel)