Ketua komisi fatwa MUI Ma’ruf Amin mengatakan, ada upaya beberapa pihak yang berusaha untuk menggagalkan, membelokan dan memperlambat pengesahan RUU anti pornografi dan pornoaksi, seperti yang diberitakan oleh media massa beberapa waktu lalu.
"Siapa-siapa saja yang menolak, ya mereka yang ingin bebas yaitu para penganut kehidupan tanpa batas. Ini cara berpikir yang jahiliyah, " jelasnya di acara lokakarya nasional manasik dan manajemen haji di Hotel Sari Pan Pasifik.
Menurutnya, sebagian besar masyarakat mendukung adanya RUU tersebut. Sebab aturan ini sudah ditunggu sejak tahun 2001 dan dianggap menjadi kebutuhan di tengah keprihatinan kondisi moral bangsa.
Lebih lanjut Ma’ruf menegaskan, kekhawatiran yang terjadi dibeberapa daerah seperti Bali dan Papua terhadap RUU pornografi dan pornoaksi sangat tidak beralasan. Karena dalam penerapannya RUU ini lebih fleksibel dan mengedepankan kompromi dangan anggota masyarakat di daerah.
"Untuk di Bali beri saja pengecualian, kan cuma beberapa daerah saja. Tapi secara keseluruhan kita membutuhkan UU itu. Karena aturan yang ada tidak cukup efektif, " tegasnya.
Untuk mencegah penggagalan, pembelokan dan upaya-upaya memperlambat pengesahan RUU tersebut, lanjutnya, MUI membentuk tim pengawal pembahasan RUU pornografi dan pornoaksi. Dirinya mengatakan, RUU ini bukan sebagai bentuk pemaksaan terhadap nilai-nilai Islam, karena substansi dalam RUU tersebut berbeda dengan batasan yang dianjurkan oleh ajaran Islam. Misalnya, pembahasan mengenai aurat. Kalau menurut ajaran Islam hanya wajahnya saja yang terlihat.
Ditemui secara terpisah, Wakil Ketua DPR D DKI Jakarta, Ahmad Heriawan membantah, jika RUU tersebut dianggap melecehkan dan mendiskriditkan perempuan, sebab RUU itu justru melindungi perempuan dari segala bentuk eksploitasi bisnis seks yang semakin marak.
"Protes terhadap tim pansus RUU antipornografi dan pornoaksi tidak mencerminkan aspirasi seluruh masyarakat di Bali, hanya kepentingan pihak tertentu saja, " ujarnya. (Novel/Travel)