Eramuslim.com – Hari ini bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan solar kembali dinaikkan pemerintah. Ini adalah bukti bahwa pemerintah sudah benar-benar 100 persen melepaskan harga BBM ke dalam mekanisme pasar.
Seperti diketahui, Pemerintah dan Pertamina kembali menaikkan harga bahan bakar. Untuk jenis Premium di Jawa, Madura, dan Bali naik menjadi Rp 7.400 per liter dan Solar Rp 6.900 per liter. Sedangkan di luar Jawa, Madura, dan Bali, harga Premium menjadi Rp 7.300 per liter, dan Solar Rp 6.900 per liter.
“Kami memandang bahwa ini adalah bukti bahwa pemerintah sudah benar-benar 100 persen melepaskan harga BBM ke dalam mekanisme pasar. Pemerintah bisa kapan saja menaikkan dan menurunkan harga BBM. Jangankan per hari, setiap jam pun pemerintah bisa melakukan perubahan tarif harga BBM,” kata Ketua Umum Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Lamen Hendra Saputra, kepada wartawan, Sabtu (28/3).
Menurutnya, tak perlu menunggu pemerintah setiap hari menaikkan harga BBM untuk mengkategorikan pelanggaran konstitusi, karena sekarang pun praktek pelanggaran tersebut sudah dilakukan.
Sebenarnya, lanjut dia, pemerintah dalam APBN 2015 sudah mematok harga asumsi belanja minyak mentah sebesar 60 dolar per barel, sedangkan harga minyak dunia pada pekan ini dalam level tertinggi pada 59,1 dolar per barel. Dengan posisi harga minyak dunia itu, masih di bawah harga patokan asumsi belanja, pemerintah belum perlu menaikkan harga BBM per 28 Maret 2015.
“Sebenarnya, ada apa dengan tim ekonomi Jokowi-JK? Beberapa media mengabarkan para pedagang minyak di region Asia saja masih belum takut akan terganggunya suplai dan permintaan sebagai dampak dari serangan Arab Saudi dan sekutunya yang menggelar operasi militer di Sanaa, Ibu Kota Yaman,” terang Lamen.
Ditegaskan Lamen, sampai hari ini berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla nyaris tidak ada yang berpihak kepada rakyat. Pendidikan semakin mahal, kesehatan gratis hanya menjadi mimpi orang miskin, petani dan nelayan perlahan dihabisi karena tidak mampu bersaing di pasar, para sarjana muda menambah daftar pengangguran terdidik, keadilan jadi barang yang mahal.
“Apakah ini bentuk kehadiran negara seperti yang tertulis dalam Nawa Cita Jokowi-JK? Lantas buat apa ada negara jika semuanya diserahkan kepada pasar?” gugatnya.(rz)