Ratusan guru yang tergabung dalam Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) propinsi Jawa Timur mendatangi Gedung DPR, mereka menuntut realisasi pemberian tunjangan fungsional, sebagai bentuk implementasi UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
"Implementasi UU 14/2005 tidak jelas, padahal tunjangan khusus dan tunjangan kemaslahatan itu paling lambat diberikan pada akhir Juni, tetapi belum draft Rancangan Peraturan Pemerintahnya belum disahkan, "ujar Biro Perlindungan Hukum dan Advokasi PGRI Jawa Timur I. Ediyantoro di sela-sela aksi, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (9/7).
Menurutnya, PGRI Jawa Timur juga menuntut realisasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen, di mana dalam APBN-P 2007 pemerintah hanya mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 11, 8 persen, serta menuntut jaminan dan perlindungan hukum bagi para Guru sesuai dengan ketentuan pasal 35 dan 79 UU Guru dan Dosen.
"Guru-guru korban lumpur Lapindo ada yang meninggal, tapi tidak ada jaminan yang jelas bagi mereka yang meninggal, padahal dalam UU pemerintah wajib memberikan perlindungan hukum bagi mereka, "jelasnya.
Dalam kesempatan itu, PGRI Jawa Timur kembali menyampaikan tuntutan agar Ujian Akhir Nasional tidak dijadikan tolak ukur penentu kelulusan, karena telah banyak menimbulkan dampak negatif dalam pelaksanaannya.
Sebelum ke Gedung DPR, 38 bus rombongan guru yang datang ke Jakarta ini sempat berunjuk rasa di Kantor Departemen Pendidikan Nasional, dan juga Kantor Departemen Keuangan, Jakarta. Rombongan guru tersebut mengancam, apabila tuntutan mereka tidak dipenuhi akan melakukan aksi mogok, dan mengerahkan massa dari propinsi lain dalam jumlah yang lebih besar.
Sambil menunggu kesempatan untuk bertemu dengan perwakilan DPR, ratusan guru duduk santai di halaman Gedung DPR, dan menyanyikan lagu Hymne Guru dan Hymne PGRI. (novel)