Selama 3 bulan berikutnya, ada ledakan kecil reguler dari Krakatau dari tiga ventilasi pada 11 Agustus, di mana abu menyembur dari gunung kecil ini.
Hingga kemudian, erupsi mulai kuat pada 26 Agustus, dan pada saat itulah bencana mengerikan mulai terjadi.
Pada siang hari gunung Krakatau mengirim awan abu sejauh 20 mil ke udara dan getaran yang memicu beberapa tsunami.
Ini hanya indikasi kecil dari getaran yang memicu beberapa tsunami, tentang bagaimana yang akan terjadi berikutnya.
Selama empat setengah jam mulai pukul 5.30 pagi pada tanggal 27 Agustus, ada empat letusan besar yang sangat kuat.
Yang paling akhir membuat suara paling keras dan kuat yang pernah direkam di planet ini.
Bahkan terdengar hingga ke Australia tengah dan Pulau Rodrigues yang terletak 3.000 mil jauhnya dari Krakatau.
Gelombang udara yang diciptakan oleh letusan Gunung Krakatau bahkan terdeteksi di titik-titik dari seluruh muka bumi.
Letusan ini memiliki efek yang menghancurkan pulau-pulau dekat Krakatau, hingga memicu tsunami luar biasa yang menyapu ratusan desa di pesisir Jawa dan Sumatra.
Air mendorong daratan beberapa mil di tempat-tempat tertentu, dengan balok-balok karang seberat 600 ton berakhir di pantai.
Setidaknya dilaporkan lebih dari 35.000 orang tewas, meskipun angka tersebut belum bisa dipastikan.
Ada juga yang menyebut korban jiwa hingga 120.000 orang.
Tsunami berjalan hampir di seluruh dunia, gelombang tinggi yang luar biasa terlihat ribuan mil jauhnya pada hari berikutnya.
Gunung api ini melemparkan begitu banyak batu, abu, dan batu apung ke atmosfer di daerah terdekat.
Bahkan matahari hampir tidak terlihat dalam beberapa hari.
Dalam beberapa minggu, matahari muncul dengan warna aneh di hadapan orang-orang dari seluruh dunia.
Para ahli menyebut ini dikarenakan debu halus berhamburan di atmosfer.
Selama 3 bulan berikutnya, puing-puing tinggi di langit menghasilkan matahari terbenam berwarna merah yang jelas.
Dalam satu kasus, pemadam kebakaran di Poughkeepsie, New York, dikirim ketika orang-orang menonton matahari terbenam.
Karena mereka yakin melihat api dari kejauhan.
Lebih lanjut, lukisan Edvard Munch tahun 1893 ‘The Scream’ diyakini melukiskan bagiamana dunia terjadi setelah erupsi Krakatau.
Selain itu, jumlah debu di atmosfer juga menyaring matahari dan panas yang cukup sehingga suhu global turun secara signifikan selama beberapa tahun.
Namun, setelah metelus gunung Krakatau, dia menyisakan Gunung Anak Krakatau di sebuah pulau kecil yang terus tumbuh rata-rata 5 inchi setiap minggu. (*end)