Dalam pekerjaannya, peretas dari Rusia ini akan lebih banyak bermain di media sosial, sama halnya saat kampanye Trump di Amerika Serikat.
Mereka, lanjutnya, akan bermain di algoritma media sosial.
“Mereka akan mengandalkan teknologi yang dimiliki untuk pilpres 2019 ini. Mereka main di Facebook dan Twitter khususnya. Kalau Instagram saya pikir tidak,” jelas dia.
Caranya, agen tersebut akan ‘memotong’ algoritma di jejaring Facebook dan Twitter yang mengunggah konten tidak menyenangkan bagi pasangan calon yang dibela.
Selain itu, mereka juga akan memviralkan pasangan calon yang dibela di semua media sosial.
Ketika sudah viral, maka konten tersebut akan diangkat menjadi pemberitaan oleh media arus utama.
“Mainnya di viral. Kalau ada konten yang menyudutkan, biasanya oleh mereka di “cut” langsung. Kalau sudah viral, nanti kan jadi berita juga di media mainstream,” urainya.
“Untuk siapa mereka bekerja?”
Nuruddin enggan menjawab saat ditanya untuk siapa para agen tersebut bekerja.
“Ya lihat saja nanti lah. Siapa yang beri jatah banyak untuk Rusia kalau menang, ya itu dia yang pegang,” tukasnya.
Tribun mencoba mengklarifikasi informasi tersebut ke dua kubu pasangan calon presiden dan wakil presiden yang bertarung dalam Pilpres 2019, Jokowi-Ma’ruf Amin dan Prabowo-Sandiaga Uno.
Wakil Direktur Informasi dan Teknologi Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga Uno, Vasco Ruseimy, membantah adanya peran agen yang menaungi hacker asal Rusia itu.
Menurutnya, tidak ada akses kubu mereka ke peretas asal Rusia tersebut. Terlebih, pasangan nomor urut 02 sudah merasa cukup dengan adanya bantuan dari relawan yang bergerak selama ini di media sosial.
“Enggak lah. Kita cukup dengan relawan saja. Lagian, enggak ada akses ke mereka,” ucapnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa terlalu jauh mengaitkan pilpres 2019 kali ini dengan hadirnya peretas Rusia yang pernah terlibat dalam kampanye Donald Trump di Amerika Serikat.
“Terlalu jauh lah. Saya kira tidak ada yang seperti itu di pilpres Indonesia,” imbuhnya. (tn)