Jusuf juga berkehendak berunding dengan Kahar untuk menyelesaikan konflik. Tapi pemberontak simpatisan Andi Selle malah menembaki mobil Jusuf. Beruntung, Jusuf selamat dan di hari berikutnya, Jusuf melayangkan laporan kepada KSAD Letnan Jenderal Achmad Jani dan Presiden Soekarno, bahwa perundingan tak dibutuhkan lagi.
Di saat itulah dikirim pasukan TNI dari Jawa untuk melancarkan “Operasi Kilat”. Di satu pihak, pasukan Kahar kian berkurang, terlebih setelah koleganya, Bahar Mattaliu “termakan” propaganda pemerintah, bahwa Presiden Soekarno memberi amnesti pada semua yang ingin menyerah.
Uang jadi pancingan yang sukses untuk menginsyafkan puluhan ribu pengikut Mattaliu. Pasalnya, mereka yang memang mulai terdesak ekonomi, dijanjikan tunjangan Rp250 ribu oleh pemerintah.
Memasuki 1965, pasukan Kahar mulai terdesak dan pada 3 Februari, Kahar disergap pasukan Siliwangi dari Batalyon 330 Kujang I. Tepatya di tepi Sungai Lasolo, Kahar tertembak Kopral Sadeli dan langsung tersungkur tewas. Juli 1965, seluruh pengikutnya menyerahkan diri di Gerungan.
Tapi ada beragam spekulasi soal Kahar, terlebih jenazah dan kuburannya tak pernah diungkap di kemudian hari. Kolonel Jusuf sendiri yang membawahi Operasi Kilat tak pernah mau buka mulut soal jenazah dan pusara Kahar.
Ada berbagai rumor soal Kahar, mulai dari jenazahnya dibawa ke Jakarta, dimakamkan di Kendari, dikebumikan dekat Bandara Makassar, sampai rumor yang menyatakan dia sebenarnya masih hidup. (inews)