Namun, bagi Anies menunjukkan dia harus shalat tepat waktu dihadapan tamunya, seperti sebuah dakwah. Apalagi bisa mempengaruhi tamunya juga untuk hal yang sama. (Ingat anak ITB itu mungkin ada 25 % lebih percaya Einstein lebih hebat dari Tuhan)
Sholat merupakan kewajiban bagi ummat Islam yang mayoritas di republik ini. Di Jakarta yang serba macet dan materialistik untuk mencari waktu dan ruang shalat dalam suasana bisnis atau sibuk bekerja, menjadi terasa susah. Shalat Ashar biasanya sudah biasa dilakukan dekat dekat azan Maghrib. Cari tempat shalat di perkantoran atau mall biasanya dapat sisa ruangan gudang atau tempat parkir.
Mengapa demikian? Mayoritas hal ini terjadi karena pemimpin-pemimpin negeri ini kurang menghargai mulianya shalat. Dalam hal ruang ruang publik, khususnya swasta, karena ruang publik tersebut dikontrol orang-orang yang tidak memikirkan shalat.
Tentu beberapa tempat, seperti mal mal elit di Jakarta, sudah mulai membangun musholla yang luxorius, memanjakan konsumen muslim. Namun ini sesuatu yang terbatas keberadaannya. Sebuah terobosan besar dari Gubernur Anies adalah memberikan ruang shalat pada setiap halte bus Transjakarta. Sebuah perubahan besar.
Dengan cintanya Anies terhadap shalat, tentu kita berharap sebuah gerakan besar cinta Tuhan akan terjadi di Jakarta. Sebagaimana dalam agama Islam, shalat disebutkan sebagai tiang agama, maka dapat diharapkan gerakan shalat nya Anies akan mengurangi jumlah aparatur negara yang selama ini banyak terjebak budaya dalam dualitas konyol, habis korupsi langsung shalat. Atau ikut zikir dan sumbang Masjid sambil makan uang korup.