LBH: Baru Setahun Berkuasa Rezim Jokowi Catat Sebagai Rezim Pelanggar HAM Terbanyak Lima Tahun Terakhir

JokowiBlenyun-300x350Eramuslim.com – Lembaga Bantuan Hukum Jakarta menerima sekitar 1.322 pengaduan pelanggaran hak asasi manusia sepanjang tahun 2015. Ini merupakan angka tertinggi pengaduan ke LBH Jakarta selama lima tahun terakhir.
Direktur LBH Jakarta Alghiffari Aqsa mengatakan, hal tersebut dianggap sebagai indikator lalainya pemerintah Presiden Joko Widodo melindungi hak asasi masyarakat.
“2015 ini justru ada kemunduran yang luar biasa di bidang hukum dan penegakan HAM. Sepertinya memang 2015 hukum tidak menjadi prioritas pemerintahan Jokowi-JK,” ujar Alghif di kantor LBH Jakarta, Sabtu (19/12/2015).
Jumlah pengaduan tersebut terdiri dari 1.142 atas nama individu dan 180 atas nama kelompok dengan jumlah korban mencapai 56.451 orang. Menurut Alghif, tingginya angka prlanggaran HAM yang diadukan mengindikasi pemerintah cenderung menjadi pelaku dari berbagai bentuk aksi pelanggaran HAM.
“Misalnya, pada kriminalisasi olej aparat penegakan hukum dan penggusuran paksa yang marak terhadap warga negara,” katanya.
Selain itu, dia juga mengungkit hukuman mati terhadap belasan terpidana mati di Kejaksaan Agung. Pemerintah kemudian melakukan moratorium terhadap bebeeapa di antaranya. Namun, sebut Alghif, alasan moratorium bukan semata atas nama hak untuk hidup.
“Tapi justru alasannya pemerintah ingin fokus pada kebijakan ekonomi. Kebijakan ekonomi lebih tinggi daripada HAM dan penegakan hukum,” ujar dia.
Dalam setahun belakangan, kata Alghif, nampaknya penegakan hukum tidak terlalu diperhatikan dan menjadi prioritas di bawah kebijakan ekonomi.
Ia memberi contoh soal aksi buruh yang memprotes kebijakan pemgupahan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Buruh menganggap PP tersebut bertentangan dengan konstitusi, sementara pemerimtah menganggap kebijakan itu harus diterapkan untuk kelancaran ekonomi.
“Dan akhirmya buruh melakukan perlawanan, memprotes terhadap PP tersebut. Akhirnya buruh ditangkapi,” kata Alghif.
Oleh karena itu, dia mempertanyakan kebijakan pemerintah tersebut dikeluarkan semata demi kepentingam masyarakat atau penguasa.
Menurut dia, di tahun 2015 banyak kebijakan yang dikeluarkan tanpa didasarkan kepentingan kemanusiaan. “Sebagai contoh misalnya kebijakan terkait pembatasan demonstrasi,” ucapnya. (ts/tribun)