Pelayanan ibadah haji oleh Departemen Agama masih harus terus ditingkatkan. Beberapa masalah yang terkait dengan pondokan, transportasi, katering dan pelayanan-pelayanan haji lainnya mendapat sorotan dari anggota DPR Komisi VIII yang baru saja tiba dari di Arab Saudi dalam rangka pengawasan ibadah haji, Drs. Djalaluddin Asysyatibi.
Ditemui di ruang kerjanya di Gedung DPR, Kamis (19/01), Asysyatibi menjelaskan hasil temuannya di lapangan ketika melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan ibadah haji di Arab Saudi.
Anggota DPR asal PKS itu menjelaskan bahwa ada beberapa catatan di Jeddah, Makkah dan Madinah, yang terkait dengan pelayanan ibadah haji. “Di Jeddah ada beberapa hal yang harus mendapatkan perhatian lebih, yakni harus ditambah pintu masuk di bandara King Abdul Aziz khusus untuk jamaah haji Indonesia, baik itu ketika kedatangan atau pun pemulangan untuk menghindari terjadinya penumpukkan di bandara. Karena tak ada lagi Madinatul Hujjaj, sampai-sampai penerbangan pulang ditunda rata-rata sekitar 5 jam ke atas. Masalah ini harus dikonsultasikan dengan pemerintah Arab Saudi”
Asysyatibi juga menyoroti pengganti Madinatul Hujjaj yang belum optimal, yakni di kawasan Zamzum dan hotel Shaihanah. “Bahkan Zamzum belum dipakai, padahal jamaah menumpuk di bandara,” katanya.
Terkait masalah pelayanan di Makkah, Asysyatibi menemukan bahwa hampir 60 persen jamaah mengeluhkan tentang pondokan, yaitu terkait kelayakan pondokan, seperti pondokan di rumah nomor 163-164 di Ja’fariyyah yang menurut Daerah Kerja di sana tidak ada keluhan ternyata ada keluhan dari jamaah, yakni tempatnya yang sangat jauh dari Masjdil Haram dan lokasinya yang menanjak serta pemenuhan kebutuhan air mandi dan minum yang kadang-kadang terlambat sampai 3 jam.
Masalah lainnya di Makkah, ditambahkan Asysyatibi, adalah pondokan di Aziziyyah yang jauh dari Masjidil Haram dan transportasinya bermasalah. “Di Aziziyyah, ada beberapa masalah, pertama, mulai tanggal 6 Dzulhijjah sudah tidak ada lagi kendaraan Azziyyah-Masjidil Haram. Kedua, mobil angkutannya sudah jelek dan tak layak lagi. Ketiga, tak ada petugas haji Indonesia yang mengurus kendaraan, akibatnya, kendaraan yang sebenarnya untuk jamaah Indonesia saja tidak cukup seringkali diserobot jamaah asal Turki. Ini berbeda dengan kendaraan untuk jamaah Turki yang ada petugas haji asal Turki, sehingga jamaah bukan Turki dicegah masuk ke kendaraan yang diperuntukkan untuk jamaah Turki.”
Asysyatibi juga menyoroti masalah pondokan yang sangat tidak layak dari segi keamananan, contoh pintunya yang mudah dibuka meski dikunci, ini dialami di maktab 16 kloter 01 Jawa Barat.
Sementara terkait pelayanan di Madinah, politisi asal kota Bandung itu menyoroti masalah katering. Dia mengatakan, “Ada beberapa pelayanan katering yang bermasalah, pertama, suka terlambat, sampai-sampai jamaah sudah kelaparan dan beli makanan sendiri baru makanan datang. Kedua, menunya tidak diganti, sampai-sampai ada yang bilang menu albuncis.”
Terkait pelayanan di Mina, Asysyatibi mengungkap masalah kurangnya petugas haji Indonesia untuk menjadi penunjuk, sampai-sampai ada petugas haji yang harus bekerja lebih lama dari jadwalnya karena banyaknya jamaah haji Indonesia yang tersesat, sampai ada 53 jamaah Indonesia yang nyasar.
Untuk membantu petugas itu, imbuhnya, dituntut fungsi dari ketua kloter, ketua rombongan, ketua regu, karena, ada jamaah yang tidak tahu di kloter mana dia dan parahnya lagi jamaah itu tidak bisa berbahasa Indonesia.
Adapun selama pengamatannya di Arafah, ia menyoal terkait minimnya bendera Indonesia. ”Bendera merah putih kalah banyak dan besar oleh bendera KBIH, dan itu tidak banyak membantu jamaah Indonesia yang nyasar. Bahkan di Wisma II Indonesia Aziziyyah yang ditempati Amirul Hajj dan sejumlah pejabat, benderanya sudah sobek dan tidak ada papan nama Indonesia. Begitu pula di Shaihanah dan Zamzoom tempat transit jamaah Indonesia di Jeddah. Padahal kami telah mengusulkan (pemasangan bendera) itu.”
Anggota Komisi VIII itu juga meminta pemerintah agar lebih selektif dalam memberikan izin kepada KBIH. Pasalnya, masih banyak KBIH yang masih ‘memeras’ jamaah haji dengan meminta uang-uang yang tidak jelas. Lainnya lagi, banyak di antara KBIH yang pembimbingnya tidak menguasai materi bimbingan haji.
Masih masalah pelayanan di Mina, Asysyatibi mendapat laporan dari seorang petugas kesehatan yang menyatakan bahwa air minum di Mina diragukan kebersihannya. Pasalnya, air minum untuk minum di sana sumbernya sama dengan untuk mandi, sehingga banyak jamaah secara terpaksa membeli air mineral sendiri.
Laporan lainnya lagi yang diterima Asysyatibi, di kloter 79 ada seorang bapak berusia 82 tahun menderita sakit sudah tiga hari minta diperiksa oleh dokter, ternyata dokter tidak muncul.(ilyas)