Pemerintah Indonesia harus memanfaatkan momentum kunjungan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton untuk merubah pandangan AS terhadap Islam. Karena Indonesia sebagai berpenduduk mayoritas muslim ini dipilih menjadi salah satu negara tujuan kunjungan perdananya keluar negeri.
"Ini penting sekali untuk disampaikan agar pemerintah baru AS merubah pendekatan dan paradigmanya untuk tidak lagi memandang Islam sebagai musuh dan ancaman, tapi sebagai sahabat dan mitra strategis dan tidak lagi menerapkan hard power, dengan militeristik, invasi dan agresi seperti yang terjadi terhadap Irak dan Afganistan, dan meninggalkan standar ganda," kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin kepada pers, di Jakarta.
Sementara yang berkaitan dengan kepentingan nasional, Ia mengingatkan agar pemerintah berani menyampaikan kepada AS untuk mereview kembali kontrak-kontrak karya dengan perusahaan AS dibidang perminyakan, dimana seperti diketahui kontrak tersebut hanya menguntungkan AS sepihak
"Tidak mustahil bagi pemerintah Indonesia untuk mengisyaratkan pembicaraan kembali kontrak-kontrak karya dibidang perminyakan dan sebagainya, yang lebih menguntungkan AS tapi merugikan Indonesia, nah banyak hal-hal lain. Pemerintah melalui Deplu seharunya sudah menyiapkan itu, cuma yang paling ada kemauan pemerintah Indonesia untuk menyatakan itu demi kepentingan rakyat kita sendiri. This is a momentum," tandas Din.
Secara terpisah, Mantan Direktur Hilir PT Pertamina (Persero) Harry Purnomo mengatakan, salah satu agenda kedatangan Hillary ke Indonesia tidak bisa dilepaskan dari rencana pengembangan Blok Natuna D Alpha. Karena itu, pemerintah harus memanfaatkan kunjungan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton agar mau membangun kilang pengolahan BBM di Indonesia. "Boleh saja AS masuk Natuna, tapi pemerintah mesti meminta kompensasi agar mau membangun kilang di Indonesia," katanya.
Selain AS, pemerintah juga bisa meminta kompensasi serupa ke perusahaan migas multinasional lainnya. Menurutnya, perusahaan besar tersebut pasti mau membangun kilang di Indonesia, karena produk BBM-nya langsung dibeli PT Pertamina (Persero)."Saat ini, kebutuhan BBM Indonesia sangat tergantung impor, sehingga pembangunan kilang mendesak dilakukan," ujarnya.(novel/ant)