Calon jemaah haji (calhaj) Indonesia diminta tetap tenang dan tak perlu khawatir dikenai biaya tambahan, terkait krisis moneter di Amerika Serikat (AS), yang berimplikasi nilai tukar dolar terhadap Rupiah.
Hal tersebut disampaikan Direktur Pengelolaan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan Sistem Informasi Haji (SIH) Abdul Ghafur Djawahir, di Jakarta.
Ia mengaku saat ini sudah muncul rumor bahwa calon jamaah haji akan dikenai biaya tambahan terkait melemahnya nilai rupiah terhadap dolar. "Tidak ada biaya tambahan," tegas Djawahir.
Ghafur menjelaskan, biaya haji tak terpengaruh terkait melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar sebagai dampak krisis moneter di negara Paman Sam itu.
Biaya haji sudah dirancang sedemikian rupa melalui penentuan komponen dolar dan rupiah berbanding 98,4 persen banding 1,6 persen. Komponen dolar sebesar 98,4 persen dari total biaya haji langsung dikonversi oleh Bank Indonesia (BI) pada saat pembayaran pelunasan.
Sedangkan biaya lainnya, 1,6 persen dialokasikan untuk pembuatan paspor dan lainnya. "Dengan demikian tak perlu dikhawatirkan ada biaya tambahan," katanya.
Beberapa tahun lalu, Diakuinya, memang terjadi ketika nilai tukar rupiah terhadap dolar melemah, para Calhaj dikenai biaya tambahan. Pada 1999 lalu, ketika krisis moneter pemerintah terpaksa memberikan subsidi sebesar 960 miliar rupiah.
Akan tetapi, Ghafur menyatakan, hal ini tak akan terjadi. Sebab, menurutnya, karena pemerintah sudah merancang sistem pembayaran yang langsung dikonversi ke dalam mata uang dolar.(novel/ant)