Wakil Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahri Hamzah menuding Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak berani memeriksa Sekjen Partai Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono.
Padahal, menurut Fahri, nama pria yang akrab disapa Ibas itu beberapa kali disebut menerima aliran dana yang diduga hasil korupsi dari Grup Permai, perusahaan milik tersangka kasus Wisma Atlet yang juga mantan Bendahara Umum Demokrat, Muhammad Nazaruddin.
“Padahal Ibas disebut Yulianis, disebut dalam persidangan, ada nama dia (Ibas) sebagai daftar penerima, kan enggak dipanggil,” kata Fahri di kantor DPP PKS, Jalan TB Simatupang, Sabtu (11/5/2013).
Dia menegaskan, Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan hukuman pembekuan partai bukan hanya bisa diterapkan pada partainya. Yang lebih nyata, menurut Fahri adalah kasus yang menimpa Partai Demokrat.
“Dalam kasus Hambalang sudah jelas, dalam persidangannya juga sudah ada soal aliran dana dari Grup Permai yang kemudian dibagikan dalam Kongres Partai Demokrat. Kesaksian-kesaksian soal itu juga ada,” ungkapnya.
Kata dia, dalam kasus korupsi proyek Hambalang, Nazaruddin adalah pejabat negara yang menjadi makelar. Sedangkan, Fathanah adalah orang swasta yang ditangkap tangan dan tidak ada urusannya dengan PKS.
“Pasti uangnya mengalir ke dalam (Partai). Fathanah bukanlah orang partai, jadi uangnya enggak mengalir ke partai. Tapi kalau Bendahara umum Partai yang tertangkap tangan pasti uangnya mengalir ke dalam (Partai),” jelasnya. (Brps/Okezon/KH)