Jakarta—Komite Penyelamat Kekayaan Negara menyerukan keprihatinan nasional di depan Gedung KPK tadi pagi, Senin (2/11/09). Salah satu seruan yang dikumandangkan oleh komite yang digawangi Marwan Batubara ini adalah agar Kapolri segera memerintahkan jajarannya untuk membebaskan tana syarat pimpinan KPK Bibit Samad Riyanto dan Chandra M. Hamzah yang kini berada di penjara Markas Brimob, Kelapa Dua, Depok.
KPK-N menganggap pemenjaraan dengan alasan hukum yang sumir terhadap dua pimpinan non-aktif, Bibit dan Chandra telah mengguncang sendi-sendi hukum dan rasa keadilan masyarakat, serta memupus harapan akan berlanjutnya pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Kalau KPK ini bubar, berarti habislah reformasi di Republik Indonesia. Sekarang, kita bisa bilang bahwa masyarakat nggak ada yang percaya sama polisi dan kejaksaan agung. KPK harus ada di depan dan jangan dikriminalisasi,” ujar Andi Daud Nasution, mantan Anggota DPR yang juga turut dalam aksi keprihatinan bersama KPK-N.
Selain Marwan Batubara, hadir pula beberapa tokoh nasional, seperti Ali Muchtar Ngabalin, dan Adhie Massardi. Aksi ini didukung pula oleh beberapa elemen mahasiswa dari berbagai kampus. Setelah tiba di Gedung KPK, mereka langsung mengalungkan kain hitam pada tiang-tiang gedung KPK sebagai tanda prihatin terhadap penangkapan Bibit-Chandra.
“Siapa pun yang memiliki kekuasaan di negeri ini tidak boleh semena-mena terhadap institusi hukum seperti KPK. Penegakan hukum di negeri ini tidak boleh dikuasai, dikebiri oleh kekuasaan apapun, kecuali kepentingan penegakan hukum,” tutur Ali Muchtar Ngabalin, mantan anggota DPR dari Fraksi Bulan Bintang.
Masih menurut KPK-N, Presiden SBY sebagai “penanggung jawab politik nasional tertinggi” justru cenderung lepas tangan dan melakukan pembiaran terhadap “konflik personal” di tubuh KPK dan Mabes Polri yang diangkat menjadi seolah-olah konflik antarlembaga menambah kacaunya atmosfir hukum di negeri ini. Kasus ‘kriminalisasi’ terhadap pimpinan KPK (Bibit dan Chandra) juga menurut KPK-N, bertendensi memandulkan institusi pemberantasan korupsi dan memperburuk kondisi sosial politik nasional.
KPK-N juga mendesak presiden untuk segera membentuk tim pencari fakta yang bertugas mengusut apa, siapa, dan bagaimana kriminalisasi terhadap pimpinan KPK bisa terjadi, dan menindak semua yang terlibat dalam ‘skandal’ hukum ini. Selain itu, KPK-N menyarankan agar pimpinan KPK yang ada jangan gentar akibat berbagai tekanan yang ada, dan terus melakukan langkah pemberantasan korupsi, khususnya skandal Bank Century yang merugikan keuangan negara lebih dari 6,7 trilyun. Skandal Bank Century dan skandal hukum Bibit-Chandra adalah ‘dua sisi mata uang’ yang tak bisa dipisahkan, menurut KPK-N.
Selanjutnya, untuk memulai langkah membongkar skandal Bank Century, KPK-N merekomendasikan DPR-RI untuk menggunakan temuan/laporan Badan Pemeriksa Keuangan. Seluruh elemen demokrasi dan tokoh reformasi, serta masyarakat diharapkan terus memberikan dukungan yang nyata kepada KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi.
Selama beberapa hari belakangan ini, gelombang dukungan kepada Bibit-Chandra semakin membesar. Di situs jejaring sosial Facebook, misalnya, sudah ribuan orang mendukung aksi pembebasan Bibit-Chandra. Selain KPK-N, Pengurus Ikhwanul Muslimin Indonesia pun turut menjamin Bibit-Chandra dan menyampaikan dukungannya tersebut di gedung KPK sesaat sebelum rombongan KPK-N datang. Habib Husein al-Habsyi yang datang mewakili Ikhwanul Muslimin Indonesia menegaskan bahwa seluruh pengurus organisasi tersebut akan menjamin Bibit-Chandra. “Kita datang untuk memberikan dukungan kepada KPK, kalau memang ini Bibit-Chandra tetap ditahan maka seluruh Ikhwanul Muslimin siap menjadi jaminan,” kata Habib Husein al-Habsyi, Panglima Ikhwanul Muslimin Indonesia.
Selain itu, al-Habsyi mengindikasikan bahwa penangkapan Bibit-Chandra hanyalah taktik untuk menutup kasus Bank Century.
“Sebab-musababnya adalah agar kasus Bank Century yang sangat parah, bisa tidak terdeteksi lagi. Jadi mereka ingin menghilangkan kasus Bank Century. Itu analisa dari Badan Intelijen Ikhwanul Muslimin Indonesia,” ungkap Habib.
Ikhwanul Muslimin Indonesia juga mengisyaratkan bahwa kasus Cicak vs Buaya ini adalah permainan dari ‘atas’. “Permasalahannya juga KPK diduga akan membongkar kasus2 korupsi di tubuh polri seperti apa yang dilaporkan PPATK. Jadi, ini permainan dari atas, polri tidak mungkin berbuat sesuatu tanpa perintah dari bosnya,” tutur Habib yang datang dengan menggunakan jubah hitam. (Ind)