Penanganan pemberantasan korupsi yang dilakukan masih bersifat sporadis, belum menyeluruh, dan laporan masih banyak berasal dari Lembaga Swadaya Masyarakat bukan berasal dari anggota DPD.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Taufieqqurahman Ruki disela Penandatangan Nota Kesepahaman tentang Pemebrantasan Korupsi dengan DPD RI, di Gedung DPD/MPRRI, Jakarta, Selasa (15/8).
“Seharusnya pemberantasan korupsi dilakukan secara menyeluruh oleh pejabat negara, jangan hanya sekedar menjadi gerakan,” tegasnya.
Menurutnya, banyak indikasi korupsi didaerah maka KPK menginginkan DPD menjadi perpanjangan tangan melaporkan indikasi korupsi tersebut dengan jelas, karena pada dasarnya KPK tidak dapat bekerja tanpa ada bantuan dan dukungan dari pihak-pihak lain.
“DPD bisa menjadi agen perubahan untuk menerapkan clean and good government, kuncinya represif dan preventif untuk melakukan perubahan sistem yang ada,” ujarnya.
Mengenai penindakan terhadap anggota DPD yang terindikasi terlibat kasus korupsi, Taufiq menegaskan, nota kesepahaman ini bukan untuk membuat anggota DPD kebal terhadap hukum, siapapun yang terlibat korupsi bukan hanya anggota DPD bahkan anggota KPK sendiri dapat diajukan kedalam proses hukum jika diketahui terlibat korupsi.
Di tempat yang sama Ketua DPD RI Ginanjar Kartasasmita menyatakan selama ini puluhan laporan korupsi diterima oleh anggota DPD RI, namun DPD kesulitan melanjutkannya ke proses hukum karena laporan tersebut dianggap tidak berbobot oleh pihak KPK.
“kami akan memberikan pengetahuan kepada seluruh anggota DPD untuk menangani laporan hasil korupsi dan memverifikasinya, sehingga laporan bisa sesuai harapan,” jelasnya.
Ginanjar berharap dengan adanya kerjasama ini, DPD RI dapat membantu tugas KPK dalam pemberantasan korupsi didaerah.