Perairan Taman Nasional Kepulauan Seribu lagi-lagi tercemar tumpahan minyak (19/02). Kasus ini, menjadi bukti terbaru rendahnya kemauan juga kemampuan Menteri Lingkungan Hidup serta jajaran Kepolisian, dalam menangani kasus kejahatan lingkungan dan jaminan akan hak masyarakat mendapatkan lingkungan yang bersih dan sehat. Padahal, dua institusi publik ini adalah pintu terakhir penegakan hukum lingkungan di negeri ini. Ironisnya banyak kasus kejahatan lingkungan yang justru masuk "peti es" dan tidak tersentuh lagi.
Berkali-kali perairan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu yang terletak di ibukota Negara Indonesia, Jakarta, tercemar. Setidaknya dalam empat tahun terkakhir. Tercatat telah 7 (tujuh) kali terjadi kasus pencemaran tumpahan minyak di wilayah yang sama.
Pada kasus pencemaran bulan Desember 2003, Penyidik Pengawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup (PPNSLH) telah memproses berkas perkara bahkan telah menetapkan tersangka pelaku pencemaran. Namun entah mengapa berkas tersebut tidak pernah sampai ke pengadilan dan diproses secara hukum.
"Membiarkan kasus pencemaran tumpahan minyak di Taman Nasional laut satu-satunya di ibu kota negara ini sunguh sangat memalukan. Menteri Lingkungan Hidup dan pejabat terkait lebih baik mundur dari jabatannya jika kasus ini tak mampu diurus dengan baik," kata Andrie S Wijaya, Pengkampanye Energi Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) dalam siaran pers, Selasa (21/02)
Jajaran instansi pemerintah terkait, tidak mampu menjalankan tugasnya dalam mencegah dan mengatasi daya rusak dan dampak ekstraksi industri migas. Apalagi memotori proses penegakan hukum atas kejahatan lingkungan, sepertinya jauh dari harapan. Penanganan buruk terjadi pada kasus-kasus kejahatan lingkungan seperti pencemaran tumpahan minyak, kebocoran atau ledakan pipa minyak dan gas.
Ironisnya, sebagian besar kasus-kasus tersebut terjadi terus menerus dilokasi yang sama. Pencemaran minyak terjadi berulang 7 (tujuh) kali dikepulauan seribu, berulang 3 (tiga) kali di Balongan, Jabar. Sementara Kebocoran dan Ledakan Pipa Minyak terjadi berulang 2 (dua) kali di Sumatera Selatan, 1 (satu) kali di Pantai Balikpapan, perairan Pantai Cilacap, juga Nangroe Aceh Darussalam serta lokasi lainnya.
Koordinator Nasional JATAM Siti Maimunah menyatakan, lebih dari lima dasawarsa minyak dan gas di eskploitasi di negeri ini. Bahkan hasilnya terbukti, mampu membiayai rejim orde baru hingga rejim-rejim pemerintahan berikutnya. Ironisnya, penanganan kejahatan lingkungan yang diakibatkan industri migas jalan ditempat. Bukti bahwa pengurus negara lebih peduli terhadap tetesan devisa dibanding kualitas lingkungan yang terus menurun dari waktu-kewaktu
JATAM menuntut pemerintah segera melakukan pembersihan dan pencegahan meluasnya dampak tumpahan minyak di kepulauan seribu, segera mengusut tuntas pelaku pencemaran dan segera mengadili kasus pencemaran yang sama pada bulan Desember 2003. (Travel)