Indonesia akan menjadi tuan rumah penyelenggaraan Konferensi Pemimpin Agama Islam-Kristen Asia atau The Conference of Muslim-Christians Religious Leaders of Asia. Kegiatan ini akan digelar di Jakarta mulai 26 Februari hingga 1 Maret 2013.
Konferensi bertema “Bringing A Common Word to Common Action for Justice” tersebut digelar International Conference of Islamic Scholars (ICIS) bekerja sama dengan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) serta didukung oleh Federation of Asian Bhisop Conference (FABC) dan Christian Conference of Asia (CCA).
Pererat Hubungan Antar Pemeluk Agama
“Forum ini diharapkan dapat meningkatkan relasi personal para tokoh Muslim dan Kristen sehingga masing-masing dapat terbuka melakukan aksi-aksi bersama untuk menuntaskan persoalan keadilan dan konflik ekonomi sosial,” kata Sekjen ICIS Kiai Haji Hasyim Muzadi di Jakarta, Selasa (19/2/2013).
Hasyim mengatakan ICIS sudah tiga kali menggelar konferensi yang diikuti para cendekiawan Muslim dari berbagai negara dan kini melangkah pada konferensi lintas iman. Menurut Hasyim, konferensi pemimpin agama Muslim-Kristen Asia juga akan dimanfaatkan untuk menjelaskan secara proporsional menyangkut toleransi beragama di Indonesia mengingat masih ada yang menganggap Indonesia intoleran.
“Memang ada kasus intoleransi, tapi bukan pemikiran intoleransi. Ini akan kami jelaskan,” kata Hasyim.
Menurut Hasyim, pemicu berbagai kasus intoleransi di Indonesia bukan fanatisme agama, melainkan faktor-faktor lain, seperti faktor sosial, politik, dan ekonomi.
Toleransi atau Pluralisme?
Pendapat senada dikemukakan oleh Sekretaris Umum PGI Pdt Gomar Gultom. Ia menyebut Indonesia punya pengalaman toleransi yang eksistensial yang bisa ditularkan ke negara lain.
Menurut Gomar, dalam banyak kasus justru agama dipakai sebagai selubung dari kepentingan tertentu yang rawan konflik, di antaranya adalah kepentingan politik dalam pemilihan kepala daerah.
Pada bagian lain Gomar mengatakan bahwa konferensi pemimpin agama Asia juga akan diarahkan untuk merumuskan peran agama dalam penanggulangan korupsi, perdagangan manusia, dan persoalan lingkungan.
Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Agama dan Kepercayaan KWI Romo Benny Susetyo berharap konferensi pemimpin agama tersebut melahirkan deklarasi yang mendorong terbangunnya persatuan dan peradaban Asia.
“Diharapkan muncul deklarasi semacam Konferensi Asia-Afrika yang dimulai dari pemimpin agama tentang bagaimana keluar dari penjajahan baru, kapitalisme baru, dan harapan baru bagi peradaban Asia,” katanya.
Syariah & Dakwah Tauhid
Meski penting, hubungan antara pemeluk agama memerlukan rambu-rambu tersendiri supaya tidak terjadi pluralisme berlebihan, khususnya dalam masalah aqidah. Semoga saja konferensi tersebut tidak hanya bertujuan semata-mata sebagai penguat hubungan antar pemeluk agama, namun dapat menjadi ladang dakwah tauhid serta penerapan hukum Syariah sebagai solusi berbagai permasalahan umat. Wallahua’laam. (Dz)