Komunis-Cina Cuma Investor ke-9, Tapi Pekerjanya Dominasi Lapangan Kerja di Indonesia

tka cina manokwariEramuslim.com – Wakil Ketua DPR Fadli Zon, menyoroti keganjilan pernyataan pemerintah dalam menyikapi persoalan tenaga kerja Cina. Ia menyatakan, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri, menyebutkan jika jumlah tenaga kerja asing cenderung turun.

”Ini kan aneh. Padahal kita sudah masuk ASEAN Economic Community, dan apalagi sejak Juni 2015 lalu pemerintah telah membebaskan visa kunjungan dari 169 negara ke Indonesia. Pasti ada persoalan di situ,” kata Fadli, dalam keterangan persnya, Ahad (17/7).

Apalagi, lanjut dia, munculnya imigran-imigran gelap makin sering terjadi di Indonesia. Jangan sampai turunnya angka tenaga kerja asing yang dicatat oleh Kementerian Tenaga Kerja merupakan efek dari lemahnya pengawasan dan penegakkan hukum. ”Harus dicek benar itu,” ucap Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini.

Menurut Fadli, tidak ada negara di dunia yang membuka pintunya sedemikian lebar bagi tenaga kerja asing, kecuali kualifikasinya memang tidak tersedia di dalam negeri. Di ASEAN saja, dalam MEA, Indonesia punya perjanjian bahwa pekerja asing yang diperbolehkan hanya terkait delapan profesi dan itupun jabatannya spesifik dan telah ditentukan.

”Ini pemerintah tidak melakukan tindakan apapun atas ribuan buruh asal Cina yang kualifikasinya hanya buruh angkut, penggali tanah, tukang semen, atau tukang rumput,” risau Fadli.

Sebagai investor, Fadli menuturkan, Cina hanya merupakan negara dengan investasi terbesar kesembilan saja di Indonesia. Begitu juga sebagai kreditor, kredit dari Cina hanya menempati urutan kelima, kalah oleh Singapura, Jepang, AS dan Belanda. Tapi anehnya, jumlah tenaga kerja asing kita didominasi oleh Cina hingga 23 persen.

”Dari sisi politik dagang, sudah jelas Cina lebih diuntungkan daripada kita,” ucapnya.

Fadli kemudian mengingatkan jika investasi asing secara konservatif, mestinya bisa membuka lapangan kerja bagi tenaga kerja Indonesia. Apalagi, menurut data BPS, jumlah pengangguran terbuka di Indonesia semakin meningkat.

“Saya pernah membaca jika ada sebuah pabrik yang 90 persen tenaga kerjanya berasal dari Cina. Itu kan kebijakan yang tidak benar,” ungkap dia.(ts/rol)