Komisi VIII DPR meminta mempertimbangkan kembali kebijakan yang telah diambil dalam rangka penyelenggaraan haji tahun 2007, terutama terkait dengan pengadaan perumahan dan katering bagi jamaah haji Indonesia.
Berdasarkan pemantauan tim pemantau haji DPR, pemilihan perumahan hanya sekitar 80 persen yang berada pada ruang lingkup jarak maksimum 1. 350 meter dari Masjidil Haram, sedangkan sisanya 20 persen melebih jarak tersebut dengan bantuan ketersediaan angkutan bagi jamaah haji. Tetapi, faktanya hanya 56 persen jamaah yang menempati pemondokan berjarak 1. 300-2. 500 meter dari masjidil Haram, selebihnya ditempatkan lebih jauh dari jarak itu dan dengan harga penyewaan yang lebih mahal dari tahun lalu.
"Jangan ditipu rakyat, mengatakan cuma 1300 meter jaraknya, tetapi yang sebenarnya jaraknya 2, 7-2, 9 Kilometer, itu membohongi rakyat namanya, "ujar Ketua Komisi VIII H. Hasrul Azwar dalam jumpa pers, di Gedung DPR, Jakarta, Senin(6/8).
Menurutnya, untuk pelayanan katering bagi jamaah haji yang semula telah disepakati antara pemerintah dengan Komisi VIII DPRR, akan dibagi 39 maktab dilakukan oleh muassasah, dan sisanya 38 maktab oleh pihak Indonesia, ternyata seluruhnya diserahkan kepada sejumlah perusahaan katering tanpa alasan yang jelas.
Senada dengan itu, Wakil Ketua Komisi VIII Yoyoh Yusroh mengkritisi, lambatnya tim perumahan datang ke Makkah untuk mencari pemondokan bagus dengan kapasitas yang besar, karena sudah lebih dulu diambil oleh negara lain.
"Kita bukan hanya mendapatkan jarak yang jauh dari masjidil haram ya, tetapi kita juga kehilangan rumah-rumah favorit artinya rumah-rumah yang dulunya kita sewa bagus-bagus, kapasitas 800 orang, fasilitasnya hampir seperti bintang empat, namun itu sekarang sudah jatuh ke tangan negara lain, karena keterlambatan itu, "jelasnya.
Ia menilai, pemerintah juga telah melupakan kesepakatan untuk menyediakan pengemudi bus transit dari orang Indonesia, sehingga dapat mempermudah komunikasi dengan jamaah haji yang akan melakukan perjalanan ibadah haji ke Makkah.
"Ketika kita tinjau pengemudinya itu banyak berasal dari Bangladesh atau negara lain yang tidak mengerti bahasa Indonesia, ini yang akhirnya jamaah menunggu lama, dan harus mengeluarkan uang lagi untuk naik taxi, bahkan ada yang jalan melalui terowongan, ini bisa dibayangkan kalau jamaah haji yang sudah tua lewat terowongan, "imbuhnya. (novel)