Dalam Pasal 93, ditegaskan bahwa Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dilaksanakan untuk mengoptimalkan penggunaan jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas dalam rangka menjamin Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dan dalam pelaksanaannya harus sebagaimana diatur dalam pasal 94, rekayasa lalu lintas harus melalui tahap perencanaan yang diantaranya memuat identifikasi masalah Lalu Lintas, analisis daya tampung jalan, analisis dampak Lalu Lintas.
“Dari perencanaan yang disampaikan kepada Komisi V dalam raker persiapan mudik beberapa waktu lalu, Korlantas memaparkan pemberlakukan contra flow dan one way pada arus balik hanya diberlakukan dibeberapa titik, seperti Rest Area Tol Cipali (Km. 130 & Km. 102 ) dan Tol Cikampek (Km. 62, Km. 52 & Km. 42),” terangnya.
“Dengan demikian, system one way sepanjang 294 km dari Tegal sampai Cawang ini tidak direncanakan secara matang dan dilakukan serampangan tanpa menganalisa daya tampung jalan arteri dan Analisa dampak lalu lintasnya seperti yang diamanatkan UU LLAJ,” jelasnya.
Sementara di UU Perlindungan Konsumen, system one way tersebut dinilai Komisi V melanggar pasal 4 dan 7. Dalam pasal 4 ditegaskan bahwa setiap konsumen berhak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
Dan dalam pasal 7, pelaku usaha dalam hal ini operator jalan tol berkewajiban memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur, memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif dan menjamin pemenuhan SPM.
“Ada hak konsumen pengguna jalan tol yang dilanggar dengan pemberlakuan system one way ini. Pertama, perlakuan diskriminatif operator yang memberikan kemudahan pada arus balik, tapi menelantarkan pengguna tol lainnya yang arahnya berlawanan. Padahal sama-sama bayar,” tuturnya.
“Kedua, jelas sekali SPM jalan tol tidak terpenuhi. Kemacetan berkilo-kilo meter bahkan pengguna tol sampai harus tidur di badan jalan jelas membuktikan SPM tidak terpenuhi,” ucapnya.