Kalangan Komisi I DPR mensinyalir adanya penggelembungan dana dalam pengadaan pesawat tempur jenis Sukhoi TNI AU sekitar 40-100 persen.
Hal itu disampaikan anggota Komisi I dari FPG Joko Subroto dalam rapat dengar pendapat KSAU Marsekal Herman Prayitno dengan Komisi I DPR, di Jakarta, Senin (19/2).
Joko pun mendesak agar Mabes TNI AU mengkaji dan mempertanggungjawabkan pengadaan pesawat tempur tersebut sampai masalah penggelembungan dana itu dapat diselesaikan dan diklarifikasi.
"Saat ini kami menduga adanya mark-up yang cukup tinggi dalam pengadaaan Sukhoi yakni antara 40-60 persen, " ujar Joko.
Ia mengaku heran di saat anggaran pemerintah terbatas, TNI AU mampu membeli pesawat yang harganya relatif tinggi. "Hal itu penting mengingat kondisi anggaran pemerintah yang masih terbatas. DPR akan mendukung setiap kebijakan pemerintah dan TNI untuk meningkatkan kemampuannya, tetapi tetap harus dilakukan secara transparan dan akuntabel, " ujar Joko.
Hal senada diungkapkan oleh anggota Komisi I lainnya, Happy Bone yang mengatakan pembahasan pengadaan alutsista terutama yang mematikan seperti pesawat tempur harus dilakukan secara intensif dan mendalam antara TNI AU dan Komisi I DPR hingga pengadaannya benar-benar akuntabel sesuai dengan anggaran yang tersedia.
Ia menambahkan, transparansi dan akuntabilitas perlu untuk mendukung profesionalisme TNI, khususnya dalam pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista).
"Kita mengharapkan ada pembicaraan yang mendalam dalam hal pengadaan alutsista, termasuk pesawat tempur Sukhoi, " katanya.
Pernyataan serupa disampaikan anggota Komisi I dari Fraksi Damai Sejaktera, Jeffrie Masie. Menurutnya, ada penggelembungan dana hingga 100 persen dalam pengadaan Sukhoi dari pabrik "Knaapo Rusia." "Ini harus dijelaskan oleh TNI AU, " ujar dia.
Sementara itu, KSAU Herman Prayitno mengatakan rencana pengadaan pesawat tempur Sukhoi sudah dilakukan sejak 1997, namun terhenti karena krisis moneter.
Pada 2003 pemerintah memutuskan untuk membeli pesawat jenis Flanker dari Rusia, namun pihak Rusia hanya bisa memberikan pesawat tempur tipe SU-27 MK dan SU-30 MK masing-masing dua unit. Namun dua jenis pesawat tempur Sukhoi itu belum dilengkapi sistem komunikasi dan navigasi sesuai standar internasional (masih menggunakan sistem Rusia).
Herman Prayitno mengungkapkan, pengadaan Sukhoi yang akan datang tetap akan menggunakan produk dari pabrik "Knnapo" karena beberapa pertimbangan seperti penyerapan teknologi dan pengadaan suku cadang.
"Penyerapan teknologi pesawat Rusia lebih sulit apabila dibandingkan sengan pesawat dari negara-negara Barat. Untuk sementara ini teknisi TNI AU sudah mendalami dan terbiasa dengan sistem pemeliharaan atau teknologi pesawat Sukhoi buatan Knaapo, " tandasnya. (dina)