Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Agus Rianto mengatakan , peraturan seragam saat ini juga merupakan revisi. Peraturan Kapolri No Pol: Skep/702/IX/2005 yang kini berlaku, menurutnya, mengakomodasi kewajiban berjilbab bagi polwan Muslim di Aceh yang terbit pada 2004.
Melalui peraturan itu, Polri menegaskan bahwa pengenaan jilbab bukan termasuk seragam bagi polwan di luar Aceh. Intinya, kata Agus, surat itu justru membuktikan Polri tak menutup pintu perubahan aturan. “Angka 702 dalam skep itu, kan adalah lambang adanya revisi dalam aturan tersebut, jadi ya kami terbuka,” kata Agus.
Namun, ketika ditanya apakah polwan berhak mengirimkan langsung surat kepada Kapolri agar permintaanya terkait jilbab dapat dikabulkan, Agus berujar biar semuanya diserahkan kepada pimpinan Polri. Dia mengatakan, tentu semua yang dirasakan anggotanya akan ditampung oleh Polri selama perasaan itu tampak nyata terjadi.
Ia menegaskan, sebelum ada peraturan baru, para polwan mesti menunda keinginan berjilbab. “Kira-kira demikian yang ingin pimpinan Polri sampaikan. Mohon menjadi pesan juga (untuk polwan) selama belum ada perubahan. laksanakan dulu yang ada,” kata Agus.
Pernyataan Polri kali ini menjawab tekanan masyarakat Muslim dan keinginan sejumlah polwan yang menuntut pelonggaran pembatasan jilbab untuk polwan. Sebelumnya, beberapa kali Polri mengatakan, penggunaan jilbab tidak sesuai aturan sehingga belum diperkenankan, bahkan bagi yang nekat berhijab akan dikategorikan sebagai pelanggar.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Din Syamsuddin mengecam aturan yang membatasi polwan untuk berjilbab. “Itu adalah kebijakan yang tidak bijak,” ujarnya. Din menanggapi aturan Polri soal seragam yang menutup celah penggunaan jilbab oleh polwan.
Menurut Din, kebijakan yang melarang polwan berjilbab melanggar konstitusi. Ia menegaskan, pada UUD 1945 Pasal 29 negara menjamin hak-hak warga negaranya dalam menjalankan ibadah sesuai agama yang dipeluknya.
Pemakaian jilbab, kata Din, merupakan ibadah karena itu merupakan salah satu pelaksanaan dalam syariat Islam bagi perempuan. Jika seorang Muslimah ingin mengenakan jilbab, menurutnya, tidak boleh ada yang melarang.
Aparatur negara, seperti kepolisian, harus bisa memberikan dispensasi melalui ketentuan umum. “Jika itu bisa dilaksanakan, berarti kepolisian bisa menjalankan amar dari konstitusi,” ujarnya. Petugas polwan yang ingin memakai jilbab, kata Din, harus dihormati, dihargai, dan tidak dianggap sebagai pelanggaran. (RoL/KH)