Kinerja Menteri Ekonomi Jeblok, Ramalan Profesor Australia Terbukti

Eramuslim.com – Juli 2016, Profesor Australia Richard Robison memprediksi Indonesia tidak akan menjadi kekuatan baru baik di regional apalagi di pentas global.

Ia melihat tidak adanya intensi dan kapasitas pemimpin politik dan ekonomi untuk memproyeksikan kekuatan Indonesia menjadi salah satu penyebabnya.

Prediksi tersebut disampaikan Profesor Richard Robison saat memberikan kuliah umum di kampus Universitas Melbourne.

Richard terkenal dengan karya-karyanya mengenai ekonomi politik Indonesia, di antaranya “Indonesia: The Rise of Capital” yang telah menjadi buku referensi yang berpengaruh.

Ketua Presidium Perhimpunan Masyarakat Madani (PRIMA) Sya’roni berpendapat apa yang diprediksi Richard saat ini terbukti benar. Dia melihat kinerja buruk tim ekonomi Kabinet Kerja jadi penyebab ketidakmampuan Indonesia jadi kekuatan baru di dunia sebagaimana banyak diperkirakan sebelum Jokowi jadi presiden.

“Dengan pertumbuhan ekonomi yang hanya berkutat di level 5%, maka wajar jika Indonesia gagal menjadi kekuatan baru dunia,” ujar Ketua Presidium Perhimpunan Masyarakat Madani (PRIMA) Sya’roni kepada redaksi, Senin (5/2) malam.

Sya’roni mengingatkan ekspektasi tinggi bahwa Indonesia akan menjadi kekuatan baru sempat muncul di awal-awal kemunculan Jokowi sebagai presiden. Tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di panggung dunia. Bahkan majalah Time menaruh foto Jokowi di covernya dengan judul “A New Hope”.

Pada KTT APEC 2014, Jokowi tampil sebagai bintangnya. Bahkan di sesi foto para kepala negara, Jokowi mendapatkan posisi terhormat dengan berdiri diapit oleh Presiden China Xi Jinping dan Presiden AS Barack Obama.

Namun dengan seiringnya waktu, aura Jokowi terus memudar. Indonesia yang diharapkan menjadi kekuatan baru dunia terlilit permasalahan domestik.

“Permasalahan utama yang melilit Indonesia adalah pertumbuhan ekonomi yang rendah. Pada 2014 pertumbuhan ekonomi tercatat 5,02 %. Pada tahun 2015 merosot menjadi 4,88 %. Pada 2016 dan 2017 hanya 5,02% dan 5,07%. Maka benar apa yang diprediksi profesor dari Australia bahwa tidak ada yang bisa “dijual” Indonesia di kancah internasional,” tukas Sya’roni.(kl/rm)