Masih ada yang anggapan yang salah dari beberapa kalangan bahwa riba itu tidak ada bedanya dengan jual beli. Padahal memakan riba adalah perbuatan haram yang luar biasa, hal ini ditegaskan oleh Allah secara langsung tanpa melalui ijtihaj ulama. Demikian disampaikan oleh Pakar Hadis Prof. KH. Ali Musthafa Yakub dalam Seminar Nasional tentang Hadis Ekonomi Syariah, di Gedung Bank Mandiri, Jakarta, Rabu (22/10).
"Keharaman riba itu masuk dalam wilayah yang namanya syariah, bukan fiqih lagi. Yang kedua tidak ada perbuatan haram yang diumumkan oleh Allah, siapa yang melanggar perangilah. Allah mengumumkan memerangi orang-orang yang memakan riba," jelasnya.
Sebagaimana pendapat Imam Syarifuddin At-Thibi pada abad ke-8 yang mengaitkan riba dengan zina, menurutnya, Imam At-Thibi orang yang memakan dan menghalalkan riba itu berarti telah menodai larangan-larangan Allah dan dosa besar.
Imam At-Thibi, lanjut Kyai Musthafa, berzina seandainya tidak ditetapkan Allah, orang sudah banyak tahu, sedangkan oleh sebab itu pengharaman riba jauh lebih tinggi, tidak dapat dipahami kecuali berdasarkan ajaran Allah.
"Sementara pengharaman zina banyak orang yang tahu meski pun tanpa ada dalil-dalil dari Allah dan Rasulnya, secara kesehatan orang tahu, secara moral tradisi orang tahu, dan ini adalah perbuatan yang dilarang," jelasnya.
Ia menambahkan, rambu-rambu dan aturan mengenai keharaman riba ini perlu untuk dijelaskan, sebab diharamkan saja tanpa ada hadis-hadis yang menguatkan tidak akan efektif.
Karenanya, untuk menghindari praktek ribawi dalam sistem ekonomi, Kyai Musthafa menegaskan, umat Islam berkewajiban untuk menerapkan sistem ekonomi syariah dalam kehidupannya. (novel)