Ketum PBNU: Pembakaran Masjid Ahmadiyah Tindakan Kriminal

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. A Hasyim Muzadi menegaskan, pemerintah harus bertanggung jawab terhadap aksi pembakaran masjid milik jamaah Ahmadiyah di Kampung Parakan Salak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Meskipun sudah dinyatakan menyimpang, aset, fasilitas, dan milik jamaah Ahmadiyah harus dilindungi.

"Itu termasuk tindak kriminal. Tindakan ini tidak bisa dikaitkan dengan tindak penyimpangan Ahmadiyah. Pemerintah harus mencegah hal itu, " katanya kepada wartawan, di Gedung PBNU Jakarta, Senin (28/4).

Hasyim menegaskan, PBNU mengecam tindakan kekerasan yang ditunjukkan masyarakat terhadap warga Ahmadiyah. Karena, dalam ajaran Islam diharamkan melakukan tindakan kekerasan.

"Ya, tidak boleh, kalau sendiri-sendiri (main hakim), nanti tidak ada lagi aturan hukum nasional, " katanya.

Ia menjelaskan, penyimpangan yang dilakukan Ahmadiyah menyangkut masalah akidah. Dan, mengenai aset dan fasilitas milik pengikut aliran itu, jelas tak ada hubungannya dengan masalah akidah. Karena itu, lanjut Hasyim, masyarakat tidak punya hak untuk melakukan perusakan.

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikam, Malang, Jawa Timur, itu mendesak kepada pemerintah agar mencegah segala bentuk tindakan kekerasan pada Ahmadiyah. Pasalnya, Indonesia adalah negara hukum dan segala masalah harusnya diselesaikan menurut hukum yang berlaku.

“Pembakaran tidak boleh karena Indonesia, ada imam negara. Serahkan semua pada pemimpin. Kalau ‘jalan’ sendiri-sendiri, berarti tidak ada aturan hukum nasional, ” pungkas Presiden World Conference on Religions for Peace itu.

Seperti diketahui, sekitar 500 warga Parakan Salak, Kecamatan Parakan Salak, Kabupaten Sukabumi, Jabar, melakukan pembakaran terhadap masjid Al-Furqon, Ahad (27/4) malam. Masjid itu merupakan tempat ibadah Jemaat Ahmadiyah di Sukabumi. Dalam peristiwa itu, warga sempat menahan mobil pemadam kebakaran yang akan melakukan pemadaman di lokasi.

Peristiwa itu disebut-sebut merupakan buntut dari tuntutan warga sekitar yang menghendaki ditutupnya aktivitas serta tempat peribadatan Ahmadiyah. Tuntutan warga itu sempat dituangkan dalam surat keputusan bersama antar-warga yang berasal dari wilayah III Sukabumi. Namun, menurut warga, tuntutan tersebut diabaikan pihak Ahmadiyah.(novel)