Ketua Umum PBNU Tolak Bertemu Bush

Ketua Umum PBNU KH. Hasyim Muzadi menyatakan menolak bertemu dan menyambut kedatangan Presiden Amerika Serikat George W. Bush, kendati dirinya mendapat undangan dari pemerintah.

“Saya diundang Presiden untuk menyambut dan bertemu dengan Presiden AS George W. Bush, saya juga diundang sejumlah ormas Islam untuk demo menolak Bush. Tapi, kedua undangan itu tidak bisa saya penuhi,” kata KH. Hasyim Muzadi pada wartawan di Gedung PBNU Jl. Kramat Raya 164 Jakarta Pusat, Kamis (16/11).

Menurutnya, sikap tersebut bukan berarti dirinya menolak kedatangan Bush. Tapi, kalau diundang untuk bertemu Presiden AS itu dirinya tidak bisa. Hal ini karena untuk menempatkan dirinya sebagai Presiden World Conference on Religion and Peace (WCRP) yang berpusat di Timur Tengah. Sehingga kalau dirinya bertemu dengan Bush, khawatir dunia akan memberikan pembenaran terhadap berbagai serangan AS khususnya ke Timur Tengah.

“Jadi, untuk saat ini saya tidak bisa menyambut Presiden AS. Sikap ini semata untuk menjaga komitmen WCRP yang menolak segala bentuk kekerasan dan apalagi peperangan antara negara kecil dengan negara besar seperti Amerika Serikat. Karena itu kami tetap menolak segala bentuk agresi Amerika di Timur Tengah,” papar Hasyim.

Sementara itu, terkait dengan maraknya demo menolak kedatangan Bush tersebut, selain agar demo tetap santun dan tidak anarkis, Hasyim Muzadi berharap masyarakat berhati-hati dalam demonya karena ada demo yang mendukung Bush. Kenyataan ini menurut Hasyim Muzadi mengharuskan agar umat Islam hati-hati dalam berdemo.

Sebab, katanya, ketika massa pro dan kontra Bush pada posisi berhadap-hadapan lalu emosi masing-masing pendemo memuncak, maka bisa berakibat fatal. Yakni bentrok dan konflik antar warga bangsa sendiri. Dalam kondisi memanas tersebut biasanya kemungkinan besar ada keterlibatan intelijen.

Jangan sampai ketika ada orang asing datang, bangsa Indonesia sendiri malah bentrok. Kejadian seperti itu banyak terjadi di negara-negara lain di dunia, karena adanya keterlibatan intelijen. Oleh sebab itu berharap masyarakat waspada terhadap gerakan bawah tanah yang akan berusaha membenturkan sesama bangsa.

Menurut Hasyim ada banyak contoh di luar negeri yang melibatkan intelejen yang disebutnya itu. Misalnya di Irak, dii negeri Saddam Hussein ini selama berabad-abad kelompok Sunni dan Syiah tidak pernah berkelahi. Tapi setelah ada serangan AS dan militer AS dan sekutunya menduduki Irak bertahun-tahun ini, mereka malah saling mengebom, membunuh, menculik dan tindak kriminalitas lainnya.

Demikian pula di Darfur, Sudan Selatan, selama ini umat Katholik dan Islam tidak pernah konflik, tapi setelah ada sumber minyak dan minyak itu melibatkan asing, maka mereka berkelahi dan terus konflik. “Jadi, kami berharap para pendemo Bush mesti hati-hati terhadap kemungkinan buruk ini,” imbuhnya. (dina)