Ketua Tanfidziyah PBNU KH. Masdar F. Mas’udi menegaskan, makanan yang mengandung formalin hukumnya haram dikonsumsi karena akibatnya jelas membayakan bagi kesehatan manusia. Namun PBNU sejauh ini belum merasa perlu mengeluarkan fatwa haram bagi makanan yang mengandung formalin dimaksud.
Demikian ditegaskan Direktur Pusat Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) itu kepada pers di Gedung PBNU Jl. Kramat Raya 164 Jakarta, Kamis (12/01), usai acara seminar “Agama dalam Tindak Kekerasan dan Terorisme di Tengah Arus Globalisasi”. Hadir dalam seminar tersebut antara lain Frans Magnis Suseno dan Pendeta Weinata Sahirin (Wakil Sekum PGI).
Menurut Masdar soal formalin itu tidak perlu fatwa, karena akibatnya sudah jelas merusak tubuh manusia. Yang penting sekarang ini pemerintah segera menyediakan bahan alternatif pengawet yang aman bagi makanan dan masyarakat konsumen. Sudah ditemukan misalnya ada kunyit, bawang putih, kitosan (temuan ITS dan IPB), dan bahan dari batok kelapa (temuan UGM) untuk mengganti formalin tersebut.
Sementara itu Ketua DPR Agung Laksono menilai sekarang ini masyarakat sulit menghindari makanan berformalin atau zat pewarna berbahaya lainnya. Masalah ini menunjukkan lemahnya perhatian dari pemerintah terutama Depkes, BPOM, Departemen Perdagangan dan Perindustrian, kepolisian serta masyarakat sendiri. Karena itu DPR meminta pemerintah membuat aturan tata niaga yang jelas dalam memperhatikan kepentingan masyarakat. Karena itu tindakan hukum harus ditegakkan terhadap oknum pengusaha makanan yang terbukti menggunakan formalin. Langkah yang sama, kata Agung, juga harus dilakukan terhadap produsen, distributor, ataupun pedagang formalin yang tidak bertanggungjawab, sesuai UU No.7/1996 tentang Pangan dan UU No.8/1999 tentang perlindungan Konsumen.
Dalam Undang-Undang pangan disebutkan pangan yang aman, bermutu, keragaman tersedia secara cukup merupakan prasyarat utama yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan bagi kepentingan kesehatan serta makin berperan dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. “Pangan sebagai komoditas dagang memerlukan dukungan sistem perdagangan pangan yangjujur dan bertanggungjawab,” tandas Agung. (dina )