Ketua MUI Jember Ungkap Alasan Maraknya Aliran Nyeleneh di Masyarakat

Ketua MUI Jember Ungkap Alasan Maraknya Aliran Nyeleneh di Masyarakat

Mengapa aliran keagamaan, terutama bernuansa Islam, yang nyeleneh bisa muncul di masyarakat? Ternyata tak lepas dari keinginan seorang individu untuk meraup massa.

Abdul Halim Subahar, Ketua Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Jember, Jawa Timur, melemparkan tesis tersebut setelah melihat tujuh kasus keagamaan yang ditanganinya selama ini.

“Ini hanya teori. Mungkin orang ingin jadi tokoh, sehingga memunculkan perilaku aneh-aneh. Dengan begitu dia punya massa,” katanya. Sementara itu, konflik bisa tersulut, karena adanya persinggungan antarumat dan persaingan.

Ada tujuh kasus yang pernah ditangani, antara lain kasus menghapus lafadz Allah dengan sepatu dan kasus eksploitasi anak untuk mengemis di jalan. “Yang paling ruwet kasus Pondok pesantren Terbuka Robbani dan kasus ceramah Habib Ali Bin Umar Al-Habsyi (pengasuh Pondok Pesantren Darus Sholihin, Kecamatan Puger),” kata Halim.

Kasus Habib Ali sudah selesai. Habib Ali yang dituduh Syiah secara resmi menandatangani surat permintaan maaf di atas materai. Ia menyatakan tak akan mengajarkan ajaran yang menimbulkan keresahan masyarakat.

Sementara itu, Kasus Ponpes Robbani lebih rumit. “Robbani tidak akan selesai, karena masyarakat menolak kehadirannya,” kata Halim.

Sementara MUI sendiri sudah menyatakan, materi yang diajarkan di Robbani tidak menyalahi ketentuan Al Quran dan hadits Nabi. Namun, pengajar di ponpes tersebut perlu mengubah metode penyampaian pelajaran agar tak menimbulkan amarah warga. Warga tersinggung, karena menganggap Ponpes Robbani menolak amalan-amalan keagamaan yang selama ini dijalankan warga, seperti tahlil, talkin, dan salawat.

Ada satu aliran yang dianggap nyeleneh lagi yang segera diselidiki MUI, yakni Islam Yahok. Sebenarnya, aliran ini sudah lama ada di Jember, namun tak terdengar lagi kiprahnya. “Saya kira sudah tidak ada,” kata Halim.

Ternyata, anggota Komisi D DPRD Jember Hafidi menginformasikan, aliran ini masih ada. Namun penganutnya terisolasi di satu tempat dan jumlahnya tak banyak. “Namun mereka juga mau datang kalau diundang acara seperti tahlilan,” katanya.(fq/beritajatim.com)