Ketua MPR RI Hidayat Nurwahid menegaskan pemberlakuan RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi bukan dalam rangka menciptakan diskriminasi di kalangan masyarakat, serta mematikan kreativitas, adat istiadat dan tradisi, tetapi sebagai upaya untuk menciptakan masyarakat yang bermartabat.
"RUU anti pornografi dan pornoaksi tidak bermaksud untuk membrangus tradisi daerah, ataupun memberangus orang yang memakai pakaian olah raga pada tempatnya, karena itu bukan temasuk kategori pornoaksi ataupun pornografi," katanya saat dicegat wartawan, di Gedung DPRRI, Jakarta. Kamis (09/03/06).
Dirinya mendukung sepenuhnya pembahasan dan pengesahan RUU APP menjadi undang-undang, namun diharapkan sebelum itu dilakukan tim perumus hendaknya mendengar kembali masukan dari masyarakat, serta melakukan perbaikan terhadap pasal-pasal guna menghilangkan multitafsir dan keresahan di kalangan masyarakat.
"RUU anti pornografi dan pornoaksi harus diperbaiki dahulu, sehingga tidak menimbulkan multitafsir dan keresahan masyarakat," tandasnya.
Sementara itu menanggapi aksi demonstrasi penolakan terhadap RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi, Hidayat menyatakan, itu merupakan hal yang biasa terjadi di negara demokrasi, namun sebaiknya anggota DPR dapat menanggapi masalah itu secara serius, dan berupaya membangun komunikasi yang baik dengan kelompok-kelompok yang tidak setuju terhadap RUU tersebut.
Ia meminta, agar DPR tidak terburu-buru untuk mengesahkan RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi yang rencananya akan dilaksanakan pada bulan Juni mendatang, sebab yang terpenting untuk saat ini adalah sosialisasi kepada masyarakat tentang substansi RUU itu, sehingga menghindarkan kegalauan dimasyarakat.(novel)