Pimpinan MPR RI Hidayat Nur Wahid menyarankan agar mantan Presiden Soeharto menyampaikan permohonan maaf atas kekhilafan yang pernah dilakukan selama menjabat sebagai Presiden, serta menyerahkan seluruh pengelolaan yayasan-yayasannya kepada negara.
Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, usai rapat pimpinan MPR di gedung DPR RI Jakarta, Rabu(10/5) menyatakan, "Sebaiknya ini menjadi satu paket, sehingga menghadirkan solusi masa depan kehidupan berbangsa yang lebih elegan. Dengan kebesaran jiwa, kalau bersalah harus minta maaf, " katanya.
Selain itu, menurutnya, Presiden SBY harus melakukan rehabilitasi nama baik para pahlawan dan tokoh-tokoh nasional yang pernah berjasa untuk bangsa dan negara, sesuai dengan amanat Keputusan MPR RI No.5/2003. Hal ini dapat diterapkan juga kepada mantan Presiden Soekarno dan Soeharto.
Mengenai keinginan untuk menghentikan penyelesaian proses hukum terhadap mantan Presiden Soeharto, Hidayat menegaskan, MPR tidak memiliki kewenangan untuk mencabut Ketetapan MPR No. XI/1998. Khususnya pasal 4, tentang upaya pemberantasan KKN yang dilakukan secara tegas terhadap siapa pun, termasuk kepada mantan Presiden Soeharto dan kroni-kroninya.
Namun, lanjutnya masih ada terobosan hukum lain, yakni dengan melaksanakan Tap MPR No.1/2003, dengan membentuk UU yang menyatakan penghentian kasus hukum terhadap mantan Presiden Soeharto. "Diperlukan inisiatif dari DPR dan Presiden, karena mereka yang memiliki kekuasaan untuk membuat UU secara bersama-sama, " katanya.
Lebih lanjut ia menambahkan, dengan dibentuknya UU yang baru, bukan berarti Tap MPR No. XI/1998, di luar kasus Soeharto tidak berlaku. Tap MPR ini akan berlaku sepanjang masa, sampai Indonesia benar-benar dapat melepaskan diri dari belenggu KKN. (Novel/travel)