Ketua MPR: Presiden SBY Kurang Respon Permesuman

Banyak kalangan yang menyayangkan sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang tiba-tiba merespon masalah poligami Ustadz Aa Gym. Seharusnya SBY lebih memperhatikan skandal seks yang makin marak di kalangan pejabat negara, termasuk yang melibatkan anggota DPR RI FPG Yahya Zaini (YZ) dengan Maria Eva (ME) dengan rekaman mesumnya yang sudah beredar luas di masyarakat.

"Masyarakat banyak yang bertanya-tanya dan marah-marah, mengapa Presiden SBY lebih peduli penolakan terhadap poligami daripada menyikapi skandal seks yang melibatkan anggota DPR RI dengan artis dangdut dan pesinetron itu," tegas Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid pada wartawan di Gedung DPR/MPR RI Jakarta, Rabu (6/12).

Menurut Hidayat Nur Wahid permesuman itu jelas dilarang oleh agama dan KUHP. Sehingga jauh lebih penting menyikapi kebejatan moral anggota dewan dan pejabat negara daripada merespon poligami. Karena itu Presiden SBY diharapkan merespon hal-hal yang lebih penting dan apalagi merugikan kaum perempuan.

Apalagi jika revisi Peraturan Pemerintah (PP) tentang Perkawinan itu karena Aa Gym menikah lagi. Isteri Aa Gym masih tampak tegar serta menerimanya dengan senang hati. Namun dalam kasus skandal seks Yahya Zaini, isterinya jelas menjadi korban dan hidupnya makin tertekan.

Pemerintah akan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Pegawai Negeri Sipil. Setelah direvisi, peraturan yang pernah direvisi dengan PP No 45/1990. Pemerintah akan memperketat syarat-syarat berpoligami bagi pegawai negeri sipil (PNS), pejabat negara, serta masyarakat umum.

Seperti diungkapkan oleh Menteri Negera Pemberdayaan Perempuan Meutia Farid Hatta usai membuka pameran bertajuk, "Anak Bangsa Bukan untuk Dijual" di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Rabu kemarin. "PP No.45 tahun 1990 ini yang kita ingin revisi, untuk menjangkau hal yang lebih luas lagi, bukan hanya PNS, pejabat negara yang bukan PNS, dan masyarakat umum," ujarnya.

Seluruh anggota masyarakat sebagai warga negara tanpa terkecuali ulama, akan terkena penerapan peraturan yang merupakan penerapan dari UU No.1 tahun 1974 tentang perkawinan. Revisi UU dan PP tentang perkawinan itu dimaksudkan untuk memberikan perlindungan dan keadilan bagi perempuan. (dina)