Pemerintah harus berani mendesak Amerika Serikat untuk menghapuskan Indonesia dari daftar 25 negara yang dianggap teroris. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua MPRRI Hidayat Nurwahid usai Pelantikan Anggota MPRRI Pergantian Antar Waktu, di Gedung Nusantara V, DPR/MPRRI, Jakarta, Kamis(9/11).
"Indonesia dimasukan daftar negara potensial menghadirkan teroris, ini sangat merugikan masyarakat terutama mereka yang bekerja di luar negeri," katanya.
Lebih lanjut Hidayat menegaskan, pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Presiden Bush merupakan kesempatan untuk menyuarakan kepentingan rakyat Indonesia.
"Presiden SBY seharusnya bisa memperbaiki kontrak-kontrak karya seperti Freeport, Cepu, maupun Natuna," tandasnya.
Ia meminta, agar pemerintah tidak berharap banyak pada pertemuan itu, karena Bush sendiri sudah kehilangan pamornya, hal ini terbukti pada kekalahannya dalam pemilu Kongres di AS, di mana partai Demokrat berhasil memperoleh suara mayoritas.
Mengenai rencana aksi besar-besaran pada saat kedatangan Bush 20 November mendatang, Hidayat meminta peserta berhati-hati terhadap kemungkinan datangnya penyusup, serta menghindari tindakan anarkis, sebab jika unjuk rasa dilakukan anarkis, justru akan menjadi pembenaran terhadap pengamanan Bush yang sangat berlebihan.
Dirinya, dipastikan tidak akan hadir dalam kunjungan tersebut, karena harus mengikuti kegiatan di Jawa Timur. Ia pun mengaku tidak pernah dimintai pertimbangan oleh pemerintah soal kedatangan Bush. (novel)