Pimpinan MPR berharap agar pembahasan RUU tentang Pemerintahan Aceh tepat waktu sesuai tenggat waktu yang ditetapkan dalam Nota Kesepakatan (MoU) Helsinki. Hal ini penting dan perlu mengingat masyarakat Aceh berharap terbitnya UU baru pasca MoU Helsinki.
"Diharapkan tepat waktu. Saya akan mendorong rekan-rekan di DPR untuk memenuhi komitmennya menyelesaikan RUU ini sesuai jadwal yang telah ditetapkan," kata Ketua MPR Hidayat Nurwahid saat menerima tokoh-tokoh Aceh yang dipimpin Pejabat Gubernur Nanggroe Aceh Darusallam (NAD) Prof Dr Mustafa Abubakar di Gedung DPR/MPR Jakarta, Senin (6/3).
Menurutnya, draft dan subtansi RUU ini berasal dari DPRD NAD yang tentunya telah memperhatikan aspirasi dan kebutuhan masyarakat NAD, karena itu sangat bijak bila DPR menerima RUU tersebut.
Ia menghimbau, agar terjadi pemahaman yang seimbang terhadap materi substansi RUU Pemerintahan Aceh, maka tokoh-tokoh dan DPRD NAD sebaiknya mengawal Pansus DPR dalam membahas dan menyelesaikan pembahasan RUU.
Menurutnya, Pansus RUU Pemerintahan Aceh DPR akan arif dan hati-hati dalam menyikapi materi dan subtansi RUU tersebut. "DPR telah menerima draft RUU ini yang disampaikan DPRD Aceh melalui Depdagri. Kita berharap DPR menyikapinya secara bijak," paparnya.
Ia menambahkan, usulan agar subtansi Syariat Islam lebih dipertegas hanya untuk penduduk yang beragama Islam dan bukan untuk penduduk yang non muslim.
Sementara itu, Penjabat Gubernur NAD Mustafa Abu Bakar menjelaskan bahwa sejak ditandatangani MoU Helsinki, keamanan di wilayah NAD lebih kondusif. Diharapkan suasana seperti itu akan lebih tercipta apabila RUU ini diselesaikan tepat waktu.
RUU Pemerintahan Aceh, ujarnya, telah disusun secara komprehensif walaupun masihperlu penyempurnaan di Pansus DPR. "Kami berharap semua pihak memberi dukungan terhadap RUU ini," sambungnya. (dina)